Lembar Pengesahan
Mata Kuliah : Respirasi 1
Dosen Pengampu : Herry Setiawan, S.Kep,Ns.
Kelompok : 1
Nama Anggota : 1. Fajar Rizki Rahayu
2. Muhammad Riza Brayen
3. Siti Mona Herliani Umari
4. Sendy Aprianitami
5. Isnawati
6. Riska Nadiyah
7. Jajar Martono
8. Resiarisanti
9. Suryadi Fahrin
10.Rizki Amalia
Dosen Pengajar
Herry Setiawan, S. Kep.,
Ns.
|
Kelompok 1
Kata
Pengantar
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan karunia Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah
ini dibuat dengan tujuan agar dapat bermanfaat bagi semua orang terutama bagi
kami sendiri. Makalah ini berisi penjelasan tentang definisi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis,komplikasi, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan penyakit emfisema serta asuhan keperawatan pada klien dengan
penyakit emfisema.
Kami
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami. Kami
menyadari bahwa makalah yang kami buat ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu kritik dan saran sangat kami harapkan guna kesempurnaan makalah kami ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
Kelompok
1
DAFTAR
ISI
Emfisema
Lembar Pengesahan.......................................................................................... i
Kata Pengantar................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Tujuan Makalah..................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN…………………………………………………………….. 4
A. Tinjauan Teori………………………………………………………… 4
B. Asuhan
Keperawatan…………………………………………………. 8
BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………….. 17
A. Kesimpulan……………………………………………………………. 17
B. Saran…………………………………………………………………… 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Banyak penyakit yang
dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan merokok. Salah satu yang harus
diwaspadai adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Angka kesakitan penderita
PPOK laki-laki mencapai 4%, angka kematian mencapai 6% dan angka kesakitan
wanita 2%, angka kematian 4%, umur di atas 45 tahun, (Barnes, 1997). Pada tahun
1976 ditemukan 1,5 juta kasus baru, dan tahun 1977 jumlah kematian oleh karena
PPOK sebanyak 45.000, termasuk penyebab kematian di urutan kelima (Tockman MS.,
1985). Menurut National Health Interview Survey, didapatkan sebanyak 2,5 juta
penderita emfisema, tahun 1986 di Amerika Serikat didapatkan 13,4 juta
penderita, dan 30% lebih memerlukan rawat tinggal di rumah sakit. The Tecumseh
Community Health Study menemukan 66.100 kematian oleh karena PPOK, merupakan 3%
dari seluruh kematian, serta urutan kelima kematian di Amerika (Muray
F.J.,1988).
Peneliti lain menyatakan,
PPOK merupakan penyebab kematian ke-5 di Amerika dengan angka kematian sebesar
3,6%, 90% terjadi pada usia di atas 55 tahun (Redline S, 1991 dikutip dari Amin
1966). Pada tahun 1992 Thoracic Society of the Republic of China (ROC)
menemukan 16% penderita PPOK berumur di atas 40 tahun, pada tahun 1994
menemukan kasus kematian 16,6% per 100.000 populasi serta menduduki peringkat
ke-6 kematian di Taiwan (Perng, 1996 dari Parsuhip, 1998).
Di Indonesia tidak ditemukan
data yang akurat tentang PPOK. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DEPKES RI
1992 menemukan angka kematian emfisema, bronkitis kronik, dan asma menduduki
peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia (Hadiarto,
1998). Survey Penderita PPOK di 17 Puskesmas Jawa Timur ditemukan angka
kesakitan 13,5%, emfisema paru 13,1%, bronkitis kronik 7,7% dan asma 7,7% (Aji
Widjaja 1993).
Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menyebutkan, angka kematian PPOK tahun 2010 diperkirakan menduduki
peringkat ke-4. Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama
masa waktu menjadi perokok, semakin besar risiko dapat mengalami PPOK.
Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) menemukan peningkatan konsumsi rokok tahun 1970-1993 sebesar 193%
atau menduduki peringkat ke-7 dunia dan menjadi ancaman bagi para perokok remaja
yang mencapai 12,8- 27,7%. Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan
konsumen rokok tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan
konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang
rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang 328 miliar
batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia 215 miliar
batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua fihak khususnya
yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Atas dasar itulah, kami
membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang merupakan salah satu bagian dari
PPOK khususnya mengenai Asuhan Keperawatan pada Klien Emfisema
B.
Tujuan
1.
Mengetahui dan memahami definisi emfisema.
2.
Mengetahui dan memahami etiologi emfisema.
3.
Mengetahui dan memahami patofisiologi emfisema.
4.
Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada
klien dengan emfisema.
5.
Mengetahui komplikasi dari emfisema
6.
Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari emfisema
7.
Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan emfisema.
8.
Mengetahui dan memahami cara memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan emfisema.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tinjauan
Teori
a. Definisi
Emfisema
adalah penyakit obstruktif kronik akibat berkurangnya elastisitas paru dan luas
permukaan alveolus. Kerusakan dapat terbatas hanya di bagian sentral lobus,
dimana dalam hal ini yang paling terpengaruh adalah integritas dinding
bronkiolus, atau dapat mengenai paru keseluruhan, yang menyebabkan kerusakan
bronkus dan alveolus.
Ada 4 jenis emfisema
yaitu:
1. Emfisema sentrilobuler (sentriasiner), mengenai ruang udara
di bagian tengah lobulus.
2. Emfisema panlobuler (panasiner), mengenai seluruh ruang udara
sebelah distal dari bronkiolus terminalis.
3. Emfisema paraseptal (distal asinus), mengenai ruang udara
sebelah tepi lobus, terutama yang dekat dengan pleura.
4. Emfisema ireguler, secara tidak teratur mengenai asinus
respiratorus.
b. Etiologi
Merokok
merupakan penyebab utama emfisema. Akan tetapi, pada sedikit pasien (dalam
presentase yang kecil) terdapat predisposisi familial terhadap emfisema yang
berkaitan dengan abnormalitas protein plasma, defisiensi antitripsin-α1, yang
merupakan suatu enzim inhibitir. Tanpa enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan
menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara genetik sensitif terhadap
faktor-faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, alergen)
dan pada waktunya mengalami gejala-gejala obstruktif kronis.
Merokok,keturunan,infeks,hipotesis elastase-antielastase
Alpha1-antitrypsin kekurangan
Pada orang yang merokok, panacinar emfisema fokus pada basis paru-paru bisa menyertai emfisema centriacinar. emfisema Paraseptal, juga dikenal sebagai emfisema asinar
distal, preferentially melibatkan struktur saluran napas distal, duktus alveolar, dan kantung
alveolar. Proses ini terlokalisasi disekitar septae dari paru-paru atau pleura. Meskipun aliran
udara sering terjaga, maka bullae apikal dapat menyebabkan pneumotoraks spontan.bullae Giant
kadang-kadang menyebabkankompresi berat dari jaringan paru-paru yang berdekatan.
AAT adalah anggota glikoprotein dari keluarga inhibitor
protease serin yang disintesis di hati dan
dikeluarkan ke dalam aliran darah. Tujuan utama dari asam
amino 394-tunggal-rantai protein
adalah untuk menetralisir elastase neutrofil di interstitium
paru-paru dan untuk melindungi dari
kerusakan parenkim paru elastolytic. Parah defisiensi AAT
predisposes untuk elastolysis
terlindung dengan sequela klinis dari onset awal emfisema
panacinar.
Defisiensi AAT adalah warisan sebagai kondisi kodominan
autosom. Gen terletak pada lengan
panjang kromosom 14 dan telah diurutkan dan kloning. Jenis
yang paling umum kekurangan AAT
parah terjadi pada individu yang homozigot untuk protein
Z-tipe. individu
Homozigot
(PIZZ)
memiliki tingkat serum di bawah kisaran tingkat referensi
(referensi kisaran,
20-53 mmol / L). Risiko emfisema terjadi di bawah ambang
batas 11 mmol / L
c. Patofisiologi
Pada emfisema, beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas
yaitu: inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan;
kehilangan rekoil elastis jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi
udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan (suatu proses yang
dipercepat oleh infeksi kambahan), area permukaan alveolar yang kontak langsung
dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang
rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan
kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia.
Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbon dioksida mengalami kerusakan,
mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida dalam darah arteri
(hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan
jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan
ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam
arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor-pulmonal)
adalah salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai
(edema dependen), distensi vena leher, atau nyeri pada region hepar menandakan
terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak
mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi
akut dan kronik dengan demikian menetap dalam paru-paru yang mengalami
emfisema, memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai
oleh peningkatan tahanan jalan napas) ke aliran masuk dan aliran keluar udara
dari paru-paru. Paru-paru dalam keadaan hiperekspansi kronik. Untuk mengalirkan
udara ke dalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi
dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan
selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada
menjalani pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya
otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga
terfiksasi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak
pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya
kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.
Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis
dimana tulang belakang bagian atas secara abnormal bentuknya menjadi membulat
atau cembung. Beberapa pasien membungkuk ke depan untuk dapat bernapas,
menggunakan otot-otot aksesori pernapasan. Retraksi fosa supraklavikula yang
terjadi pada inspirasi mengakibatkan bahu melengkung ke depan. Pada penyakit
lebih lanjut, otot-otot abdomen juga berkontraksi saat inspirasi. Terjadi
penurunan progresif dalam kapasitas vital. Ekshalasi normal menjadi lebih sulit
dan akhirnya tidak memungkinkan. Kapasitas vital total (VC) mungkin normal,
tetapi rasio dari volume ekspirasi kuat dalam 1-detik dengan kapasitas vital
(FEV1:VC) rendah. Hal ini terjadi karena elastisitas alveoli sangat menurun.
Upaya yang dibutuhkan pasien untuk menggerakkan udara dari alveoli yang
mengalami kerusakan dan jalan napas yang menyempit meningkatkan upaya
pernapasan. Kemampuan untuk mengadaptasi terhadap perubahan kebutuhan
oksigenasi sangat terganggu.
d. Manifestasi
Klinis
Tanda dan gejala pada emfisema,
yaitu :
1. Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru
menyebabkan dada mengembang.
2. Penurunan pertukaran gas akibat rusaknya dinding alveolus,
sehingga kecepatan difusi oksigen dan karbon dioksida berkurang yang
menimbulkan hipoksia dan hiperkapnia.
3. Takipnu (peningkatan kecepatan pernapasan) akibat hipoksia
dan hiperkapnia. Karena peningkatan kecepatan pernapasan pada penyakit ini
efektif, maka sebagian besar individu yang mengidap emfisema tidak
memperlihatkan perubahan yang bermakna dalam gas darah arteri sampai penyakit
tahap lanjut pada saat kecepatan pernapasan tidak dapat mengatasi hipoksia dan
hiperkapnia. Akhirnya, semua nilai gas darah memburuk dan timbul hipoksia,
hiperkapnia, dan asidosis. Susunan saraf pusat dapat tertekan akibat tingginya
kadar karbon dioksida (narkosis karbon dioksida).
4. Suatu perbedaan kunci antara emfisema dan bronkitis kronik
adalah pada emfisema tidak terjadi pembentukan mukus.
e. Komplikasi
Hipertensi paru akibat vasokonstriksi hipoksik paru kronik,
yang akhirnya menyebabkan kor pulmonale.
f. Pemeriksa
Penunjang
Gejala-gejala pasien dan temuan klinis saat pemeriksaan fisik
memberikan petunjuk awal pada masalah pasien. Pemeriksaan diagnostik lainnya
termasuk rontgen dada. Pemeriksaan fungsi pulmonari (terutama spirometri),
gas-gas darah arteri (untuk mengkaji fungsi ventilasi dan pertukaran gas
pulmonari), serta hitung darah lengkap (HDL).
Pemeriksaan fungsi pulmonari biasanya menunjukkan peningkatan
kapasitas paru total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam
kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (FEV). Temuan-temuan ini
menegaskan kesulitan yang dialami pasien dalam mendorong udara keluar dari
paru-paru. Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit. Rontgen
dada menunjukkan hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran margin
interkosta, dan jantung normal. Dengan berkembangnya penyakit, gas-gas darah
arteri dapat menunjukkan hipoksia ringan dan hiperkapnia.
g. Penatalaksanaan
Pengobatan
emfisema ditujukan untuk menghilangkan gejala dan mencegah perburukan keadaan.
Emfisema tidak dapat disembuhkan. Pengobatan mencakup:
1. Mendorong pasien agar berhenti merokok.
2. Mengatur posisi dan pola bernapas untuk mengurangi jumlah
udara yang terperangkap.
3. Memberi pengajaran mengenai teknik-teknik relaksasi dan
cara-cara untuk menyimpan energi.
4. Banyak pasien emfisema akhirnya akan memerlukan terapi
oksigen agar dapat menjalankan tugas sehari-hari.
B.
Asuhan
Keperawatan
a. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi, dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi, dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda: Keletihan, gelisah,
insomnia, kelemahan umum/kehilangan massa otot.
2. Sirkulasi
Gejala:
Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda: Peningkatan
TD, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena
leher (penyakit berat), edema dependen, bunyi jantung redup, warna
kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/ sianosis; kuku tabuh dan sianosis
perifer, pucat dapat menunjukkan anemia.
3. Integritas ego
Gejala:
Peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup.
Tanda: Ansietas,
ketakutan, peka rangsang.
4. Makanan/cairan
Gejala: Mual/muntah, napsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan, penurunan berat badan menetap.
Gejala: Mual/muntah, napsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan, penurunan berat badan menetap.
Tanda: Turgor
kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan berat badan, penurunan
massa otot/lemak subkutan.
5. Higiene
Gejala: Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
Gejala: Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda: Kebersihan
buruk, bau badan.
6. Pernapasan
Gejala: Napas pendek khususnya pada kerja, “lapar udara” kronis, batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif, riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernapasan dalam jangka panjang, faktor keluarga dan keturunan, mis: defisiensi alfa-antitripsin, penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Gejala: Napas pendek khususnya pada kerja, “lapar udara” kronis, batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif, riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernapasan dalam jangka panjang, faktor keluarga dan keturunan, mis: defisiensi alfa-antitripsin, penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda: Pernapasan:
biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur, napas
bibir, penggunaan otot bantu pernapasan, dada: dapat terlihat hiperinflasi
dengan peninggian diameter AP (bentuk-barrel); gerakan diafragma minimal, bunyi
napas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi, perkusi: hipersonan pada area
paru, kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus, warna:
“pink puffer” karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan
frekuensi pernapasan cepat, tabuh pada jari-jari.
7. Keamanan
Gejala: Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan, adanya/berulangnya infeksi.
Gejala: Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan, adanya/berulangnya infeksi.
8. Seksualitas
Gejala: Penurunan libido.
Gejala: Penurunan libido.
9. Interaksi sosial
Gejala: Hubungan
ketergantungan, kurang sistem pendukung, kegagalan dukungan dari/terhadap
pasangan/orang terdekat, penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
Tanda:
Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena distres pernapasan,
keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
10. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:Penggunaan/penyalahgunaan
obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara
teratur, kegagalan untuk membaik.Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama
dirawat: 5,9 hari. Rencana pemulangan: Bantuan dalam berbelanja, transportasi,
kebutuhan perawatan diri, perawatan rumah/mempertahankan tugas rumah, perubahan
pengobatan/program terapeutik.
b. Diagnosa
1. Gangguan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi-perfusi.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi
lendir.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia.
4. Defisit perawatan diri b/d keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
5. Kecemasan b/d perubahan status kesehatan.
6. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit
yang dideritanya.
c. Intervensi
1. Gangguan pertukaran gas berdasarkan ketidaksamaan
ventilasi-perfusi.
Tujuan:
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot
aksesori, napas bibir, ketidak mampuan bicara/berbincang.
Rasional : Berguna
dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih
posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir
sesuai kebutuhan/toleransi individu.
Rasional :
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan
napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
3) Berikan bronkodilator sesuai yang diharuskan. Dapat diberikan
peroral, IV, rektal, atau inhalasi. Berikan bronkodilator oral atau IV pada
waktu yang berselingan dengan tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau
IPPB untuk memperpanjang keefektifan obat. Observasi efek samping: takikardia,
disritmia, eksitasi SSP, mual dan muntah.
Rasional :
Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema mukosa
bronkial dan spasme muskular. Karena efek samping dapat terjadi pada tindakan
ini, dosis obat disesuaikan dengan cermat untuk setiap pasien, sesuai dengan
toleransi dan respons klinisnya.
4) Evaluasi efektivitas tindakan nebuliser, inhaler dosis
terukur, atau IPPB. Kaji penurunan sesak napas, penurunan mengi atau krekels,
kelonggaran sekresi, penurunan ansietas. Pastikan bahwa tindakan diberikan
sebelum makan untuk menghindari mual dan untuk mengurangi keletihan yang
menyertai aktivitas makan.
Rasional :
mengkombinasikan medikasi dengan aerosolized bronkodilator nebulisasi biasanya
digunakan untuk mengendalikan bronkokonstriksi. Pemberian tindakan yang tidak
tepat akan mengurangi keefektifannya. Aerolisasi memudahkan klirens bronkial,
membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi.
5) Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien pada pernapasan
diafragmatik dan batuk yang efektif.
Rasional: Teknik
ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas & membersihkan jalan
napas dari sputum. Perbaikan pertukaran gas.
6) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil
GDA dan toleransi pasien.
Rasional : Dapat
memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi
lendirl.
Tujuan:
Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.
Intervensi:
1) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai
toleransi jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara,
sebagai pengganti makan.
Rasional: Hidrasi
membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan
cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat
meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
2) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan
diafragmatik dan batuk.
Rasional : Teknik
ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan sekresi tanpa
menyebabkan sesak napas dan keletihan.
3) Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebuliser ultranik,
humidifier aerosol ruangan.
Rasional: Kelembaban
menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan dapat membantu
menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus.
4) Bantu pengobatan pernapasan, mis: IPPB, fisioterapi dada.
Rasional :
Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya
sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru.
5) Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus
dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan dalam warna
sputum, peningkatan kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak di
dada, keletihan, peningkatan batuk.
Rasional : Infeksi
pernapasan minor yang tidak memberikan konsekuensi pada individu dengan paru-paru
yang normal dapat menyebabkan gangguan fatal. Pengenalan diri sangat penting.
6) Berikan antibiotik sesuai resep dokter.
Rasional : Antibiotik
untuk mencegah atau mengatasi infeksi.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia
Tujuan:
Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau
mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi:
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat
kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
Rasional : Pasien
distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan
obat.
2) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah
khusus untuk sekali pakai dan tisu.
Rasional : Rasa
tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan dan
dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
3) Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah
makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering.
Rasional :
Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan
meningkatkan masukan kalori total.
4) Konsultasikan dengan ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk
memberikan makanan yang mudah di cerna, secara nutrisi seimbang, mis: tambahan
oral/selang, nutrisi parenteral.
Rasional : Metode
makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi.
5) Kaji pemeriksaan laboratorium, mis: albumin serum,
transferin, profil asam amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen,
glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan
vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi.
Rasional :
Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
4. Defisit perawatan diri b/d keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan:
Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
Intervensi:
1) Ajarkan klien untuk mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik
dengan aktivitas (mis: berjalan, membungkuk).
Rasional : Akan
memungkinkan klien untuk lebih aktif dan untuk menghindari keletihan yang
berlebihan atau dispnea selama aktivitas.
2) Berikan dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian
sendiri, berjalan, dan minum cairan. Bahas tentang tindakan penghematan energi.
Rasional : Sejalan
dengan teratasinya kondisi, klien mampu melakukan lebih banyak namun perlu
didorong untuk menghindari peningkatan ketergantungan.
3) Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan.
Rasional :
Memberikan dorongan untuk terlibat dalam perawatan dirinya, membangun harga
diri dan menyiapkan klien untuk mengatasinya di rumah.
5. Kecemasan b/d perubahan status kesehatan.
Tujuan:
Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam program
rehabilisasi paru.
Intervensi:
1) Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat
yang ditujukan pada klien.
Rasional : Suatu
perasaan harapan atau memberikan klien sesuatu yang dapat dikerjakan dan bukan
sikap yang merasa kalah tidak berdaya.
2) Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala.
Rasional :
Aktivitas mengurangi ketegangan dan mengurangi tingkat dispnea sejalan dengan
klien menjadi terkondisi.
3) Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi
bagi klien.
Rasional :
Relaksasi mengurangi stress dan ansietas serta membantu klien untuk mengatasi
ketidakmampuannya.
4) Daftarkan klien pada program rehabilitasi pulmonari bila
tersedia.
Rasional : Program
rehabilitasi paru telah menunjukkan dapat meningkatkan perbaikan subjektif
status dan harga diri pasien juga meningkatkan toleransi latihan serta
mengurangi hospitalisasi.
5) Sarankan konseling vokasional untuk menggali kesempatan
alternatif pekerjaan (jika memungkinkan).
Rasional :
Modifikasi pekerjaan mungkin harus dibuat dan sumber-sumber yang sesuai
digunakan untuk mencapai tujuan ini.
6. Kurang pengetahuan berdasarkan kurangnya informasi mengenai
penyakit yang dideritanya.
Tujuan: Melakukan
perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
1) Bantu klien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan tujuan
jangka pendek. Ajarkan klien tentang penyakit dan perawatannya.
Rasional : Klien
harus mengetahui bahwa ada rencana dan metode dimana ia memainkan peranan yang
besar, pasien harus mengetahui apa yang diperkirakan. Mengajarkan klien tentang
kondisinya adalah salah satu aspek yang paling penting dari perawatannya;
tindakan ini akan menyiapkan klien untuk hidup dalam dan mengatasi kondisi
serta memperbaiki kualitas hidup.
2) Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok, berikan
informasi tentang sumber-sumber kelompok.
Rasional : Asap
tembakau menyebabkan kerusakan pasti pada paru dan menghilangkan mekanisme
proteksi paru-paru. Aliran udara terhambat dan kapasitas paru menurun.
d. Evaluasi
1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
2. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/
jelas.
3. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan
dan/atau mempertahankan berat yang tepat.
4. Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
5. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta
dalam program rehabilisasi paru.
6. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam
program pengobatan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi
makalah di atas adalah sebagai berikut:
1. Emphysema (emfisema) adalah
penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada jaringan paru, sehingga
paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi)
saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan
mengalami kerusakan yang luas.
2. Terdapat 3 (tiga) jenis
emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam
paru-paru: PLE (Panlobular Emphysema / panacinar), CLE (Sentrilobular Emphysema
/ sentroacinar),Emfisema Paraseptal.
3. Asuhan keperawatan pada
penderita emfisema secara garis besar adalah membantu menjaga keseimbangan
antara kebutuhan dan suplai oksigen klien.
B.
Saran
Sebagai perawat
diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita
emfisema. Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini
melakukan penyuluhan mengenai pentingnya hal-hal yang dapat memperberat
penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Brunner dan Suddarth.
2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
2.
Corwin, Elizabeth J.
2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
3.
Doenges, Marilynn E.
2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
4.
J.C.E. Underwood. 1999.
Patologi Umum dan Sistematik Ed.2 Vol 2. EGC. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar