Kata Pengantar
Puji
syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan karunia-Nya
sehingga kami dapat membuat makalah ini.
Kami
melakukan pembelajaran tentang perilaku Ihsan ini dan menampilkannya dalam
bentuk makalah untuk mempermudah anda untuk mempelajari tentang perilaku Ihsan.
Pengkajian tiap pembahasan tentang perilaku Ihsan lebih dititikberatkan pada
keterkaitan antara pembahasan yang satu dengan pembahasan yang lain, tiap
materi pokok dalam makalah ini disusun secara sistematis dengan mengelompokkan
menjadi beberapa komponen yang saling berkaitan.
Tujuannya
adalah agar target pencapaian dalam satu pembahasan dapat terpenuhi.
Kami
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kritik dan saran yang ada relevansinya dengan penyempurnaan makalah ini
sangat kami harapkan. Kritik dan saran sekecil apapun akan kami perhatikan dan
pertimbangkan guna penyempurnaan makalah ini.
Dapat disebutkan bahwa makalah
ini ditulis secara presisi, langsung ke
inti permasalahan, dengan membahas tentang perilaku Ihsan yang seharusnya di
miliki setiap orang. Kami berharap makalah ini dapat diterima sebagai wujud
dedikasi kami bagi terselenggaranya pembahasan tentang perilaku Ihsan
dikalangan anak pelajar serta mendorong siswa untuk melakukan hal-hal yang
positif. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Daftar Isi
Perilaku Ihsan
»
Pengertian Perilaku Ihsan.
»
Landasan Syar’i Ihsan.
»
Dalil-dalil yang terdapat dalam perilaku
Ihsan.
»
Hadis dan Riwayat yang terdapat dalam
perilaku Ihsan.
»
Tingkatan perilaku Ihsan.
»
Yang berhak mendapatkan Ihsan.
»
Keutamaan Ihsan.
»
Makna Ihsan.
»
Penerapan Makna Ihsan dalam Kehidupan.
Kesimpulan dari perilaku Ihsan.
PERILAKU IHSAN
Pengertian Perilaku Ihsan
Ihsan
berasal dari kata حَسُنَ yang
artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk masdarnya adalah اِحْسَانْ, yang artinya kebaikan. Allah
SWT berfirman dalam Al-Qur`an mengenai hal ini.
Perilaku
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh
hamba Allah SWT. Sebab, perilaku ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan
kemuliaan dari-Nya.
Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di mata Allah swt. Rasulullah saw. pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia.
Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di mata Allah swt. Rasulullah saw. pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia.
Syaikh
‘Abdurrahman as Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa ihsan mencakup dua macam,
yakni ihsan dalam beribadah kepada Allah dan ihsan dalam menunaikan hak sesama
makhluk. Ihsan dalam beribadah kepada Allah maknanya beribadah kepada Allah
seolah-olah melihat-Nya atau merasa diawasi oleh-Nya. Sedangkan ihsan dalam hak
makhluk adalah dengan menunaikan hak-hak mereka. Ihsan kepada makhluk ini
terbagi dua, yaitu yang wajib dan sunnah. Yang hukumnya wajib misalnya berbakti
kepada orang tua dan bersikap adil dalam bermuamalah. Sedangkan yang sunnah
misalnya memberikan bantuan tenaga atau harta yang melebihi batas kadar
kewajiban seseorang. Salah satu bentuk ihsan yang paling utama adalah berbuat
baik kepada orang yang berbuat jelek kepada kita, baik dengan ucapan atau
perbuatannya.
Oleh
karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas
akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari akidah
dan bagian terbesar dari keislamannya. Karena, Islam dibangun di atas tiga
landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan
oleh Rasulullah saw. dalam haditsnya yang shahih. Hadist ini menceritakan saat
Raulullah saw. menjawab pertanyaan Malaikat Jibril —yang menyamar sebagai
seorang manusia— mengenai Islam, iman, dan ihsan. Setelah Jibril pergi,
Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabatnya, “Inilah Jibril yang datang
mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian.” Beliau menyebut ketiga hal di
atas sebagai agama, dan bahkan Allah swt.memerintahkan untuk berbuat ihsan pada
banyak tempat dalam Al-Qur`an.
وَأَنفِقُواْفِيسَبِيلِاللّهِوَلاَتُلْقُواْبِأَيْدِيكُمْإِلَىالتَّهْلُكَةِوَأَحْسِنُوَاْإِنَّاللّهَيُحِبُّالْمُحْسِنِينَ
Dan belanjakanlah (harta bendamu)
di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik. (QS. Al-Baqarah: 195)
إِنَّاللّهَيَأْمُرُبِالْعَدْلِوَالإِحْسَانِوَإِيتَاءذِيالْقُرْبَىوَيَنْهَىعَنِالْفَحْشَاءوَالْمُنكَرِوَالْبَغْيِيَعِظُكُمْلَعَلَّكُمْتَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl:
90)
إِنْأَحْسَنتُمْأَحْسَنتُمْلِأَنفُسِكُمْوَإِنْأَسَأْتُمْفَلَهَافَإِذَاجَاءوَعْدُالآخِرَةِلِيَسُوؤُواْوُجُوهَكُمْوَلِيَدْخُلُواْالْمَسْجِدَكَمَادَخَلُوهُأَوَّلَمَرَّةٍوَلِيُتَبِّرُواْمَاعَلَوْاْتَتْبِيراً
Jika kamu berbuat baik (berarti)
kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka
(kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi
(kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan
muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu
memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja
yang mereka kuasai.(QS. Al-Isra’: 7)
وَابْتَغِفِيمَاآتَاكَاللَّهُالدَّارَالْآخِرَةَوَلَاتَنسَنَصِيبَكَمِنَالدُّنْيَاوَأَحْسِنكَمَاأَحْسَنَاللَّهُإِلَيْكَوَلَاتَبْغِالْفَسَادَفِيالْأَرْضِإِنَّاللَّهَلَايُحِبُّالْمُفْسِدِينَ
Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (keba- hagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang
lain) se- bagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu ber-
buat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash: 77)
Landasan Syar’i Ihsan
Pertama,
Al-Qur`anul Karim
Dalam
Al-Qur`an, terdapat 166 ayat yang berbicara tentang ihsan. Dari sini kita dapat
menarik satu makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat ini, hingga
mendapat porsi yang sangat istimewa dalam Al-Qur`an. Berikut ini beberapa ayat
yang menjadi landasan akan hal ini.
وَإِذْأَخَذْنَامِيثَاقَبَنِيإِسْرَائِيلَلاَتَعْبُدُونَإِلاَّاللّهَوَبِالْوَالِدَيْنِإِحْسَاناًوَذِيالْقُرْبَىوَالْيَتَامَىوَالْمَسَاكِينِوَقُولُواْلِلنَّاسِحُسْناًوَأَقِيمُواْالصَّلاَةَوَآتُواْالزَّكَاةَ
ثُمَّتَوَلَّيْتُمْإِلاَّقَلِيلاًمِّنكُمْوَأَنتُممِّعْرِضُونَ
وَإِذْأَخَذْنَامِيثَاقَبَنِيإِسْرَائِيلَلاَتَعْبُدُونَإِلاَّاللّهَوَبِالْوَالِدَيْنِإِحْسَاناًوَذِيالْقُرْبَىوَالْيَتَامَىوَالْمَسَاكِينِوَقُولُواْلِلنَّاسِحُسْناًوَأَقِيمُواْالصَّلاَةَوَآتُواْالزَّكَاةَ
ثُمَّتَوَلَّيْتُمْإِلاَّقَلِيلاًمِّنكُمْوَأَنتُممِّعْرِضُونَ
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil
janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan
berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan
orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji
itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.
( QS. Al Baqarah : 83 )
وَاعْبُدُواْاللّهَوَلاَتُشْرِكُواْبِهِشَيْئاًوَبِالْوَالِدَيْنِإِحْسَاناًوَبِذِيالْقُرْبَىوَالْيَتَامَىوَالْمَسَاكِينِوَالْجَارِذِيالْقُرْبَىوَالْجَارِالْجُنُبِوَالصَّاحِبِبِالجَنبِوَابْنِالسَّ
بِيلِوَمَامَلَكَتْأَيْمَانُكُمْإِنَّاللّهَلاَيُحِبُّمَنكَانَمُخْتَالاًفَخُوراً
بِيلِوَمَامَلَكَتْأَيْمَانُكُمْإِنَّاللّهَلاَيُحِبُّمَنكَانَمُخْتَالاًفَخُوراً
Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada orang
tuamu ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri, (QS. An-Nisaa : 36)
Kedua,
As-Sunnah
Rasulullah
saw. pun sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab, ia
merupakan puncak harapan dan perjuangan seorang hamba. Bahkan, diantara
hadist-hadist mengenai ihsan tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama
dalam memahami agama ini. Rasulullah saw. menerangkan mengenai ihsan, ketika ia
menjawab pertanyaan Malaikat Jibril tentang ihsan dimana jawaban tersebut
dibenarkan oleh Jibril, dengan mengatakan :
أَنْتَعْبُدَاللهَكَأَنَّكَتَرَاهُفَإِنْلَمْتَكُنْتَرَاهُفَإِنَّهُيَرَاكَ .
“Engkau menyembah Allah seakan-akan
engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)
Di
kesempatan yang lain, Rasulullah bersabda:
اِنَّاللهَكَتَبَعَلَيْكُمُاْلِاحْسَانَعَلَىكُلِّشَيْءٍ
,فَاِذَاقَتَلْتُمْفَاَحْسِنُوْالْقَتْلَةَوَاِذَاذَبَحْتُمْفَاَحْسِنُوْالذَّبْحَةَ
“Sesungguhnya Allah telah
mewajibkan kebaikan pada segala sesuatu, maka jika kamu membunuh, bunuhlah
dengan baik, dan jika kamu menyembelih, sembelihlah dengan baik…” (HR.
Muslim)
Kita
berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis ibadah,
seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu
menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan
mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan
ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat
(menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya
hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal
seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena dengan
inilah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna,
sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan. Inilah maksud
dari perkataan Rasulullah saw yang berbunyi, “Hendaklah kamu menyembah Allah
seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu.”
Kini
jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah
luas. Maka, selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang tidak kalah
pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti jihad, hormat terhadap
mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri, meniatkan setiap yang mubah untuk
mendapat ridha Allah, dan masih banyak lagi. Oleh karena itulah, Rasulullah
saw. menghendaki umatnya senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu senantiasa
sadar jika ia ingin mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.
Tingkatan Ibadah dan Derajatnya
Berdasarkan
nash-nash Al-Qur`an dan Sunnah, maka ibadah mempunyai tiga tingkatan, yang pada
setiap tingkatan derajatnya masing-masing seorang hamba tidak dapat
mengukurnya. Karena itulah, kita berlomba untuk meraihnya.Pada setiap derajat,
ada tingkatan tersendiri dalam surga. Yang tertinggi adalah derajat muhsinin,
ia menempati Jannatul Firdaus, derajat tertinggi di dalam surga. Kelak, para
penghuni surga tingkat bawah akan saling memandang dengan penghuni surga
tingkat tertinggi, laksana penduduk bumi memandang bintang-bintang di langit
yang menandakan jauhnya jarak antara mereka.
Tingkatan al-Ihsan, yaitu tingkatan tertinggi dengan derajat yang berbeda-beda pula.
Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun. Mereka adalah orang-orang yang telah melalui peringkat pertama dan yang kedua (peringkat takwa dan al-bir).
Untuk dapat naik ke martabat ihsan dalam segala amal, hanya bisa dicapai melalui amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah, serta dilakukan atas dasar mencari ridha Allah.
Kita
sebelumnya telah membahas bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah dengan
sikap seakan-akan kita melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka
Allah melihat kita. Kini, kita akan membahas ihsan dari muamalah dan siapa saja
yang masuk dalam bahasannya. Berikut ini adalah mereka yang berhak mendapatkan
ihsan tersebut:
1) Ihsan
kepada Orang Tua
Allah
SWT menjelaskan hal ini dalam kitab-Nya.
وَقَضَىرَبُّكَأَلاَّتَعْبُدُواْإِلاَّإِيَّاهُوَبِالْوَالِدَيْنِإِحْسَاناًإِمَّايَبْلُغَنَّعِندَكَالْكِبَرَأَحَدُهُمَاأَوْكِلاَهُمَافَلاَتَقُللَّهُمَاأُفٍّوَلاَتَنْهَرْهُمَاوَقُللَّهُمَاقَوْلاًكَرِيماً
Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. (QS. Al-isra : 23)
وَاخْفِضْلَهُمَاجَنَاحَالذُّلِّمِنَالرَّحْمَةِوَقُلرَّبِّارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيصَغِيراً
Dan rendahkanlah dirimu terhadap
mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil". (QS. Al-isra : 24)
Ayat
di atas mengatakan kepada kita bahwa ihsan kepada ibu-bapak adalah sejajar
dengan ibadah kepada Allah.
Dalam
sebuah hadist riwayat Turmuzdi, dari Ibnu Amru bin Ash, Rasulullah saw.
Bersabda :
رِضَىاللهُفِىرِضَىاْلوَالِدَيْنِوَسُخْطُاللهِفِىسُخْطِاْلوَاِلدَيْنِ
رِضَىاللهُفِىرِضَىاْلوَالِدَيْنِوَسُخْطُاللهِفِىسُخْطِاْلوَاِلدَيْنِ
“Keridhaan Allah berada pada
keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah berada pada kemurkaan orang tua.”
Dalil
di atas menjelaskan bahwa ibadah kita kepada Allah tidak akan diterima, jika
tidak disertai dengan berbuat baik kepada kedua orang tua. Apabila kita tidak
memiliki kebaikan ini, maka bersamaan dengannya akan hilang ketakwaan, keimanan,
dan keislaman. Dan Akhlak kepada sesama manusia yang paling utama kepada kedua
orang tua, berakhlak kepada mereka adalah dengan berbakti kepada keduanya, baik
ketika hidup ataupun setelah wafatnya, sebagimana hadits Nabi :
عَنْأَبِيأُسَيْدٍمَالِكِبْنِرَبِيعَةَالسَّاعِدِيِّقَالَبَيْنَانَحْنُعِنْدَرَسُولِاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَإِذْجَاءَهُرَجُلٌمِنْبَنِيسَلَمَةَفَقَالَيَارَسُولَاللَّهِهَلْبَقِيَمِنْبِرِّأَبَوَيَّشَيْءٌأَبَرُّهُمَابِهِبَعْدَمَوْتِهِمَاقَالَنَعَمْالصَّلَاةُعَلَيْهِمَاوَالِاسْتِغْفَارُلَهُمَاوَإِنْفَاذُعَهْدِهِمَامِنْبَعْدِهِمَاوَصِلَةُالرَّحِمِالَّتِيلَاتُوصَلُإِلَّابِهِمَاوَإِكْرَامُصَدِيقِهِمَا(رواهابوداود)
Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah
As-Sa’idy berkata : “Tatkala kami sedang bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba
datang seseorang dari Bani Salamah seraya bertanya : “Ya Rasulallah apakah
masih ada kesempatan untuk saya berbakti kepada Ibu Bapak saya setelah keduanya
wafat?” Nabi menjawab : “Ya, dengan mendoakan keduanya, memohon ampun unyuknya,
melaksanakan janjinya dan menyambung silaturrahmi dari sanak saudarnya serta
memuliakan teman-temannya
2) Ihsan
kepada kerabat karib.
Ihsan
kepada kerabat adalah dengan jalan membangun hubungan yang baik dengan mereka,
bahkan Allah SWT menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan silatuhrahmi
dengan perusak dimuka bumi. Allah berfirman :
”Maka apakah kiranya jika kamu
berkuasa kamu akan membuat kerusakan dimuka bumi dan memutuskan hubungan
kekeluargaan.?” (Muhammad: 22)
Silaturahmi
adalah kunci untuk mendapatkan keridhaan Allah.Hal ini dikarenakan sebab paling
utama terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya adalah karena
terputusnya hubungan silaturahmi. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman:
أَنَااللَّهُوَأَنَاالرَّحْمَنُخَلَقْتُالرَّحِمَوَشَقَقْتُلَهَامِنْاسْمِيفَمَنْوَصَلَهَاوَصَلْتُهُوَمَنْقَطَعَهَابَتَتُّهُ
“Aku adalah Allah, Aku adalah
Rahman, dan Aku telah menciptakan rahim yang Kuberi nama bagian dari
nama-Ku.Maka, barangsiapa yang menyambungnya, akan Ku sambungkan pula baginya
dan barangsiapa yang memutuskannya, akan Ku putuskan hubunganku dengannya.”
(HR. Turmuzdi)
Dalam
hadits lain, Rasulullah bersabda, “Tidak
akan masuk surga, orang yang memutuskan tali silaturahmi.” (HR. Syaikahni
dan Abu Dawud)
3) Ihsan
kepada anak yatim dan fakir miskin.
Diriwayatkan
oleh Bukhari, Abu Dawud, dan Turmuzdi, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Aku dan orang yang memelihara anak yatim di
surga kelak akan seperti ini…(seraya menunjukkan jari telunjuk jari
tengahnya).”
Diriwayatkan
oleh Turmuzdi, Nabi saw. Bersabda :
عَنْابْنِعَبَّاسٍأَنَّالنَّبِيَّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَقَالَمَنْقَبَضَيَتِيمًامِنْبَيْنِالْمُسْلِمِينَإِلَىطَعَامِهِوَشَرَابِهِأَدْخَلَهُاللَّهُالْجَنَّةَإِلَّاأَنْيَعْمَلَذَنْبًالَايُغْفَرُلَهُ
Dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi SAW
bersabda : “Barangsiapa—dari Kaum Muslimin—yang memelihara anak yatim dengan
memberi makan dan minumnya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga
selamanya, selama ia tidak melakukan dosa yang tidak terampuni.”
4) Ihsan
kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta teman sejawat.
Ihsan
kepada tetangga dekat meliputi tetangga dekat dari kerabat atau tetangga yang
berada di dekat rumah, serta tetangga jauh, baik jauh karena nasab maupun yang
berada jauh dari rumah.
Adapun
yang dimaksud teman sejawat adalah yang berkumpul dengan kita atas dasar
pekerjaan, pertemanan, teman sekolah atau kampus, perjalanan, ma’had, dan
sebagainya.Mereka semua masuk ke dalam katagori tetangga. Seorang tetangga
kafir mempunyai hak sebagai tetangga saja, tetapi tetangga muslim mempunyai dua
hak, yaitu sebagai tetangga dan sebagai muslim, sedang tetangga muslim dan
kerabat mempunyai tiga hak, yaitu sebagai tetangga, sebagai muslim dan sebagai
kerabat.
Rasulullah
saw. menjelaskan hal ini dalam sabdanya :
عَنْعَبْدِاللَّهِبْنِمَسْعُودٍقَالَقَالَرَسُولُاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَوَالَّذِينَفْسِيبِيَدِهِلَايُسْلِمُعَبْدٌحَتَّىيَسْلَمَقَلْبُهُوَلِسَانُهُوَلَايُؤْمِنُحَتَّىيَأْمَنَجَارُهُبَوَائِقَهُ
Dari
Abdullah bin Mas’ud RA berkata, bersabda Rasulullah SAW : Demi Yang jiwaku berada di tangan-NYA tidaklah selamat seorang hamba
sampai hati dan lisannya selamat (tidak berbuat dosa) dan tidaklah beriman
(sempurna keimanannya) seorang hamba sehingga tetangganya merasa aman dari
gangguannya. (HR.Ahmad)
Pada
hadits yang lain, Rasulullah bersabda :
لاَيُؤْمِنُبِيمَنْباَتَشَبْعَانًاوَجَارُهُجَائِعٌوَهُوَيَعْرِفُهُ
“Tidak beriman kepadaku barangsiapa
yang kenyang pada suatu malam, sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia
megetahuinya.”(HR. ath-Thabrani)
5) Ihsan
kepada ibnu sabil dan hamba sahaya.
Rasulullah
saw. bersabda mengenai hal ini :
مَنْكَانَيُؤْمِنُبِاللَّهِوَالْيَوْمِالْآخِرِفَلْيُكْرِمْضَيْفَهُ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari
Akhir, hendaklah memuliakan tamunya.” (HR. Jama’ah, kecuali Nasa’i)
Selain
itu, ihsan terhadap ibnu sabil adalah dengan cara memenuhi kebutuhannya,
menjaga hartanya, memelihara kehormatannya, menunjukinya jalan jika ia meminta,
dan memberinya pelayanan.
جَاءَرَجُلٌإِلَىالنَّبِيِّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَفَقَالَيَارَسُولَاللَّهِكَمْأَعْفُوعَنْالْخَادِمِفَصَمَتَعَنْهُرَسُولُاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَثُمَّقَالَيَارَسُولَاللَّهِكَمْأَعْفُوعَنْالْخَادِمِفَقَالَكُلَّيَوْمٍسَبْعِينَمَرَّةً
جَاءَرَجُلٌإِلَىالنَّبِيِّصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَفَقَالَيَارَسُولَاللَّهِكَمْأَعْفُوعَنْالْخَادِمِفَصَمَتَعَنْهُرَسُولُاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَثُمَّقَالَيَارَسُولَاللَّهِكَمْأَعْفُوعَنْالْخَادِمِفَقَالَكُلَّيَوْمٍسَبْعِينَمَرَّةً
Pada
riwayat yang lain, dikatakan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah
saw. dan berkata, “Ya, Rasulullah, berapa
kali saya harus memaafkan hamba sahayaku?” Rasulullah diam tidak menjawab.Orang
itu berkata lagi, “Berapa kali ya, Rasulullah?”Rasul menjawab, “Maafkanlah ia
tujuh puluh kali dalam sehari.” (HR. Abu Daud dan at-Turmuzdi).
إِذَاصَنَعَلِأَحَدِكُمْخَادِمُهُطَعَامَهُثُمَّجَاءَهُبِهِوَقَدْوَلِيَحَرَّهُوَدُخَانَهُفَلْيُقْعِدْهُمَعَهُفَلْيَأْكُلْفَإِنْكَانَالطَّعَامُمَشْفُوهًاقَلِيلًافَلْيَضَعْفِييَدِهِمِنْهُأُكْلَةًأَوْأُكْلَتَيْنِ
Dalam
riwayat yang lain, Rasulullah saw bersabda, “Jika seorang hamba sahaya membuat makanan untuk salah seorang diantara
kamu, kemudian ia datang membawa makanan itu dan telah merasakan panas dan
asapnya, maka hendaklah kamu mempersilahkannya duduk dan makan bersamamu. Jika
ia hanya makan sedikit, maka hendaklah kamu mememberinya satu atau dua suapan.”
(HR. Bukhari, Turmuzdi, dan Abi Daud)
Adapun
muamalah terhadap pembantu atau karyawan dilakukan dengan membayar gajinya
sebelum keringatnya kering, tidak membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak
sanggup melakukannya, menjaga kehormatannya, dan menghargai pribadinya. Jika ia
pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia diberi makan dari apa yang kita makan,
dan diberi pakaian dari apa yang kita pakai.
Pada
akhir pembahasan mengenai bab muamalah ini, Allah SWT menutupnya firman-Nya
yang berbunyi :
إِنَّاللَّهَيُدَافِعُعَنِالَّذِينَآمَنُواإِنَّاللَّهَلَايُحِبُّكُلَّخَوَّانٍكَفُورٍ
Sesungguhnya Allah membela
orang-orang yang telah beriman.Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap
orang yang berkhianat lagi mengingkari ni'mat.
(QS. Al-Hajj: 38)
Ayat
di atas merupakan isyarat yang sangat jelas kepada siapa saja yang tidak
berlaku ihsan.Bahkan, hal itu adalah pertanda bahwa dalam dirinya ada
kecongkakan dan kesombongan, dua sifat yang sangat dibenci oleh Allah SWT.
6) Ihsan
dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia.
مَنْكَانَيُؤْمِنُبِاللَّهِوَالْيَوْمِالْآخِرِفَلْيَقُلْخَيْرًااَوْلِيَصْمُتْ
Rasulullah
saw. bersabda, “Barangsiapa beriman
kepada Allah dan Hari Kiamat, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Masih
riwayat dari Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda :
قَوْلُاْلمَعْرُوْفِصَدَقَةٌ
“Ucapan yang baik adalah sedekah.”
*
Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan ucapan, saling menghargai
dalam pergaulan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegahnya dari kemungkaran,
menunjukinya jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang bodoh, mengakui
hak-hak mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak melakukan hal-hal
dapat mengusik serta melukai mereka.
7) Ihsan
dengan berlaku baik kepada binatang.
Berbuat
ihsan terhadap binatang adalah dengan memberinya makan jika ia lapar,
mengobatinya jika ia sakit, tidak membebaninya diluar kemampuannya, tidak
menyiksanya jika ia bekerja, dan mengistirahatkannya jika ia lelah. Bahkan,
pada saat menyembelih, hendaklah dengan menyembelihnya dengan cara yang baik,
tidak menyiksanya, serta menggunakan pisau yang tajam.
Inilah
sisi-sisi ihsan yang datang dari nash Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw.
·
Beberapa contoh ihsan dalam hal muamalah
Pada
Perang Uhud, orang-orang Quraisy membunuh paman Rasulullah saw, yaitu Hamzah.
Mereka mencincang tubuhnya, membelah dadanya, serta memecahkan giginya,
kemudian seorang sahabat meminta Rasulullah saw. berdoa agar mereka diazab oleh
Allah. Akan tetapi, Rasulullah malah berkata :
اَلَّلهُمَّاهْدِقَوْمِيْفَاِنَّهُمْلَايَعْلَمُوْنَ
“Ya Allah, ampunilah mereka, karena mereka
adalah kaum yang bodoh.”
Keutamaan Ihsan
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّاللهَمَعَالَّذِينَاتَّقَوْاوَالَّذِينَهُممُّحْسِنُونَ
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan.” (QS. An Nahl: 128).
Dalam
ayat ini Allah menunjukkan keutamaan seorang muhsin yang bertakwa kepada Allah,
yang tidak meninggalkan kewajibannya dan menjauhi segala yang haram. Kebersamaan
Allah dalam ayat ini adalah kebersamaan yang khusus. Kebersamaan khusus yakni
dalam bentuk pertolongan, dukungan, dan petunjuk jalan yang lurus sebagai
tambahan dari kebersamaan Allah yang umum (yakni pengilmuan Allah). Makna dari
firman Allah وَالَّذِينَهُممُّحْسِنُونَ
( dan orang-orang yang berbuat ihsan) adalah yang mentaati Rabbnya, yakni
dengan mengikhlaskan niat dan tujuan dalam beribadah serta melaksankanan
syariat Allah dengan petunjuk yang telah dijelasakan oleh Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam.
Dalam
ayat lain Allah berfirman,
وَأَنفِقُوافِيسَبِيلِاللهِوَلاَتُلْقُوابِأَيْدِيكُمْإِلَىالتَّهْلُكَةِوَأَحْسِنُواإِنَّاللهَيُحِبُّالْمُحْسِنِينَ
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan
Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
ihsan.” (Al Baqarah:195)
Ketika menafsirkan ayat ini Syaikh As Sa’di menjelaskan bahwa ihsan pada ayat ini mecakup seluruh jenis ihsan. Hal ini karena tidak ada pembatasan pada ayat ini. Maka termasuk di dalamnya ihsan dengan harta, kemuliaan, pertolongan, perbuatan memrintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mengajarkan ilmu yang bermanfaat, dan perbuatan ihasan lain yng diperintahkan oleh Allah. Termasuk di dalamnya juga adalah ihsan dalam beribadah kepada Allah. Hal ini sebagaimnan sabda Nabi ‘Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.. Barangsiapa yang memiliki sifat ihsan tersebut, maka dia tergolong orang-orang yang Allah terangkan dalam firman-Nya لِلَّذِينَأَحْسَنُواالْحُسْنَىوَزِيَادَةٌ “Bagi orang-orang yang berbuat ihsan, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat wajah Allah ta’ala)” (QS Yunus: 26) Allah akan bersamanya, memberinya petunjuk, membimbingnya, serta menolongnya dalam setiap urusannya.
Allah
Ta’ala juga berfirman,
وَإِنكُنتُنَّتُرِدْنَاللهَوَرَسُولَهُوَالدَّارَاْلأَخِرَةَفَإِنَّاللهَأَعَدَّلِلْمُحْسِنَاتِمِنكُنَّأَجْرًاعَظِيمًا
“Dan jika kamu sekalian menghendaki
(keridhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka
sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat ihsan (kebaikan) diantaramu
pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 29)
Makna Ihsan
Kata
ihsan (berbuat baik) merupakan kebalikan dari kata al isaa-ah (berbuat buruk),
yakni perbuatan seseorang untuk melakukan perbuatan yang ma’ruf dan menahan
diri dari dosa.Dia mendermakan kebaikan kepada hamba Allah yang lainnya baik
melalui hartanya, kehormatannya, ilmunya, maupun raganya.
Adapun
yang dimaksud ihsan bila dinisbatkan kepada peribadatan kepada Allah adalah
sebagaimana yang disabdakan oleh Rasululluah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam
hadist Jibril :
قَالَفَأَخْبِرْنِىعَنِالإِحْسَانِ.قَالَ
« أَنْتَعْبُدَاللَّهَكَأَنَّكَتَرَاهُفَإِنْلَمْتَكُنْتَرَاهُفَإِنَّهُيَرَاكَ »
“’Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau
menjawab, ‘Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu
tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (H.R. Muslim 102).
Dalam
hadits Jibril, tingkatan Islam yang ketiga ini memiliki satu rukun.Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan mengenai ihsan yaitu ‘Engkau
beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak
mampu melihat-Nya, Allah akan melihatmu.’Itulah pengertian ihsan dan rukunnya.
Penerapan Makna Ihsan dalam Kehidupan
Sikap ihsan ini harus berusaha kita terapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita berbuat amalan kataatan, maka perbuatan
itu selalu kita niatkan untuk Allah. Sebaliknya jika terbesit niat di hati kita
untuk berbuat keburukan, maka kita tidak mengerjakannya karena sikap ihsan yang
kita miliki. Seseorang yang sikap ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan
karena dia berusaha membuat senang Allah yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia
malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin Allah melihat perbuatannya.Ihsan
adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak seorang hamba. Oleh
karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha agar
sampai pada tingkat tersebut. Siapa pun kita, di mata Allah tidak ada yang lebih mulia dari
yang lain, kecuali mereka yang telah naik ke tingkat ihsan dalam seluruh
amalannya. Kalau kita cermati pembahasan di atas, untuk meraih derajat ihsan, sangat erat kaitannya dengan
benarnya pengilmuan seseorang tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Pembiasaan
perilaku ihsan yang mempunyai pengaruh cukup besar dalam membentuk perilaku,
membina dan meningkatkan kualitas keimanan dan pengetahuan dikalangan siswa.
Pembiasaan bagi siswa ini lebih dituntut untuk menekankan amaliah yang
mendorong dalam berbuat baik, baik dalam perbuatan, ucapan dan lainnya.
KESIMPULAN
Ihsan
adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba
Allah swt. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan
dari-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan
kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di
mata Allah swt. Rasulullah saw. pun sangat menaruh perhatian akan hal ini,
sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai
ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia.
Ketika
kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna—seperti yang telah kita
sebutkan sebelumnya, maka kita akan mendapatkan suatu kesimpulan bahwa ihsan
memiliki dua sisi: Pertama, ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil
menjaga keikhlasan dan jujur pada saat beramal. Ini adalah ihsan dalam tata
cara (metode). Kedua, ihsan adalah senantiasa memaksimalkan amalan-amalan
sunnah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, selama hal itu adalah sesuatu
yang diridhai-Nya dan dianjurkan untuk melakukannya.
Oleh
karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas
akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari akidah
dan bagian terbesar dari keislamannya. Karena, Islam dibangun di atas tiga
landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan
oleh Rasulullah saw. dalam haditsnya yang shahih.
ihsan
adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keikhlasan dan jujur pada saat
beramal. Ini adalah ihsan dalam tata cara (metode). Kedua, ihsan adalah senantiasa
memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mendekatkan
diri kepada Allah, selama hal itu adalah sesuatu yang diridhai-Nya dan dianjurkan
untuk melakukannya. Untuk dapat naik ke martabat ihsan dalam segala amal, hanya
bisa dicapai melalui amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai
oleh Allah, serta dilakukan atas dasar mencari ridha Allah swt.
Bagi
manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan ucapan, saling menghargai dalam
pergaulan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegahnya dari kemungkaran,
menunjukinya jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang bodoh, mengakui
hak-hak mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak melakukan hal-hal
dapat mengusik serta melukai mereka.
Kesimpulannya,
ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak. Oleh karena
itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh
potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapapun kita,
apapun profesi kita, di mata Allah tidak ada yang lebih mulia dari yang lain,
kecuali mereka yang telah naik ketingkat ihsan dalam seluruh sisi dan nilai
hidupnya. Semoga kita semua dapat mencapai hal ini, sebelum Allah swt.
mengambil ruh ini dari kita.
ass,,thanks y atas brbagi ilmunya,smg brmnfaat, mudh2n qt trmasuk org2 yg ihsan...
BalasHapuswaalaikum salam wr.wb, u're welcome. amin. terima kasih sudah berkunjung di blog saya. ^^
Hapus