|
Seni Budaya Provinsi Sumatera Utara
A.
seni Musik
1) Oloan
Oloan
adalah salah satu gung berpencu yang terdapatpada Batak Toba. Oloan dimainkan
secara bersamaandengan tiga buah gung yang lain dalam satu ensambel,sehingga
jumlahnya empat buah, yang juga dimainkanoleh empat orang pemain. Keempat gung
ini biasadisebut dengan ogung, namun masing-masing penamaanogung ini dibedakan
berdasarkan peranannya di dalamensambel musik.Oloan ini terbuat dari
bahanmetal/perunggu dengan sistem cetak. Sekarang ini bahan gung ini sudah
banyak terbuat dari bahan besi platyang dibentuk sedemikian rupa. Untuk
membedakannya dengan suara gung lainnya maka tuning yang dilakukanadalah dengan
menempelkan getah puli (sejenis pohonenau) dibagian dalam gung tersebut.
Semakin banyakgetah puli tersebut, maka semakin rendahlah suara gungtersebut.
Gung oloan berukuran garis menengah lebihkurang 32,5 cm, tinggi 7 cm, dan
bendulan (pencu) ditengah dengan diameter lebih kurang 10 cm. Oloan dipukul
pencunya dengan stick yang terbuat dari kayudan pangkal ujungnya dilapisi
dengan kain atau karet.Gung oloan selalu diikuti oleh gung ihutan denganritem
yang sama, namun tidak akan pernah jatuh padaritem yang sama (canon ritmik).
2) Ihutan
Seperti
sudah dijelaskan di atas, bahwa ihutan jugaadalah merupakan gung berpencu yang
digunakan dalamsatu ensambel dengan tiga gung lainnya.Yangmembedakannya dengan
gong lainnya adalah ukurannya,bunyi, dan teknik permainannya. Ihutan
berukurandengan garis menengah (diameter) lebih kecil sedikitdari oloan, yaitu
31 cm, tinggi (tebal) 8 cm, dan diameter pencu lebih kurang 11 cm. Ritemnya
konstandan bersahut-sahutan dengan gong oloan (litany),sehingga bunyi
sahut-sahutan antara dua gong inisecara onomatope disebut polol-polol. Gong ini
jugadimainkan dengan mnggunakan satu stick yang terbuatdari kayu yang
diobungkus dengan kain atau karet.Dimainkan oleh satu orang pemain.
3) Panggora
Panggora
juga adalah satu buah gong yang berpencu yangdimainkan oleh satu orang.Bunyi
dari gung ini adalahpok. Bunyi ini timbul adalah karena gong ini
dimainkandengan memukul pencunya dengan stick sambil berdiridan sisi gong
tersebut dimute dengan tangan. Gong ini adalah gong yang paling besar dinatara
keempat gongyang ada. Ukurannya adalah garis menengah 37 cm,tinggi (tebal) 6 cm
dan diameter pencunya lebih kurang 13 cm.
4) Doal
Doal
juga adalah gong berpencu yang dimainkan secara bersahut-sahutan dengan
panggora dengan bunyi secaraonomatopenya adalah kel sehingga apabila
dimainkansecara bersamaan dengan gong panggora akan kedengaranpok – kel – pok –
kel dan seterusnya dengan ritem yangtidak berubah-ubah sampai kompisisi sebuah
gondang(lagu) habis.
5) Hesek
Hesek
adalah instrumen musik pembawa tempo utama dalamensambel musik gondang
sabangunan.Hesek ini merupakanalat musik perkusi konkusi. Hesek ini terbuat
daribahan metal yang terdiri dari dua buah dengan bentuksama, yaitu seperti
cymbal, namun ukurannya relative jauh lebih kecil dengan diameter lebih kurang
10-15cm, dan dua buah alat tersebut dihubungkan dengantali. Namun sekarang ini
alat musik ini terkadangdigunakan sebuah besi saja, bahkan kadang-kadang
daribotol saja.
6) Garantung
Alat
musik ini dimainkan dengan menggunakan dua buahstik untuk tangan kiri dan
tangan kanan.Sementaratangan kiri berfungsi juga sebagai pembawa melodi
danpembawa ritem, yaitu tangan kiri memukul bagiantangkai garantung dan wilahan
sekaligus dalammemainkan sebuah lagu.Alat musik ini dapat dimainkansecara solo
(tunggal), namun dapat juga dimainkandalam satu ensambel.
7) Gordang
Gendang
Batak Toba sering sekali disebut orang gondangatau taganing. Memang ke dua
unsur tersebut terdapatdalam gendang tersebut, hanya saja secara detail
bahwagondang dan taganing meskipun keduanya adalah termasukklasifikasi
membranofon dan bentuknya juga hampir sama(hanya perbedaan ukuran), namun
keduanya adalahberbeda.
Pengertian
gondang sendiri bagi masyarakat Batak padaumumnya mempunyai beberapa pengertian
tergantungdengan imbuhan kata apa yang melekat dengan katagondang tersebut.
Setidaknya ada empat pengertiangondang (Toba), gendang (Karo), gordang
(Mandailing),genderang (Pak-Pak Dairi), gonrang (Simalungun), padamasyarakat
ini, yaitu (1) sebagai nama lagu, (2)sebagai upacara, (3) sebagai instrumen,
dan (4)sebagai ensambel.
Gordang
adalah gendang yang paling besar yang terdapatpada masyarakat Batak Toba, yaitu
gendang yangdiletakkan pada sebelah kanan pemain di rak gendangtersebut.Gordang
ini biasanya dimainkan oleh satuorang pemain dengan menggunakan dua buah
stik.Gordangadalah merupakan bagian dari gendang yang lain(taganing). Gendang
Toba adalah salah satunya gendangyang melodis yang terdapat di Indonesia .Oleh
karenalebih bersifat melodis dari perkusif, maka gondang inimenurut klasifikasi
Horn von Bostel dan Curt Sachdiklasifikasikan lebih khusus lagi yang disebut
dengandrum-chime.Gordang merupakan gendang satu sisiberbentuk konis dengan
tinggi lebih kurang 80 - 120 cmdengan diameter bagian atas (membran) lebih
kurang 30–35 cm, dan dia meter bagian bawah lebih kurang 29 cm.
Gordang
ini terbuat dari kayu nangka yang dilobangibagian dalamnya, kemudian ditutuip
dengan kulit lembupada sisi atas, dan sisi bawah sebagai pasak
untukmengencangkan tali (lacing) yang terbuat dari rotan(rattan).Bagian yang
dipukul dari gendang ini bukanhanya bagian membrannya, tetapi juga bagian sisinyauntuk
menghasilkan ritem tertentu secaraberulang-ulang.Ritemnya lebih bersifat
konstan.
Gordang
biasanya dimainkan secara bersamaan dengantaganing.Gordang diletakkan disebelah
kanan pemain(pargocci). Secara pintas gordang taganing adalahdianggap satu set
karena bentuknya juga hampir sama,hanya saja dibedakan ukuran, letaknya juga
dalamensambel adalah dalam satu rak (hanger) yang sama.
8) Taganing
Taganing
adalah drum set melodis (drum-chime), yaituterdiri dari lima buah gendang yang
gantungkan dalamsebuah rak. Bentuknya sama dengan gordang, hanyaukurannya
bermacam-macam. Yang paling besar adalahgendang paling kanan, dan semakin ke
kiri ukurannyasemakin kecil.Nadanya juga demikian, semakin ke kirisemakin
tinggi nadanya.Taganing ini dimainkan olehsatu atau 2 orang dengan menggunakan
dua buah stik.Dibanding dengan gordang yang rtelatif konstan, makataganing
adalah melodis.
9) Odap
Odap
adalah gendang dua sisi berbentuk konis.Odapjuga terbuat dari bahan kayu nangka
dan kulit lembuserta tali pengencang/pengikat terbuat dari rotan.
Ukuran
tingginya lebih kurang 34 –37 cm, diametermembran sisi satu 26 cm, dan
diametermembran sisi 2lebih kurang 12 –14 cm. Cara memainkannya adalah,bagian
gendang dijepit dengan kaki, lalu dipukuldengan alat pemukul, sehingga bunyinya
menghasilkansuara dap…, dap…, dap…, dan seterusnya. Alat musik inijuga dipakai
dalam ensambel gondang sabangunan.
10) Sarune
Bolon
Sarune
bolon (aerophone double reed) adalah alat music tiup yang paling besar yang
terdapat pada masyarakatToba. Alat musik ini digunakan dalam ensambel music yang
paling besar juga, yaitu gondang bolon (artinya :ensambel besar). Sarune bolon
dalam ensambel berfungsisebagai pembawa melodi utama.Dalam ensambel
gondangbolon biasanya hanya dimainkan satu buah saja.pemainnya disebut parsarune.
Teknik
bermain sarune ini adalah dengan menggunakanistilah marsiulak hosa (circular
breathing), yangartinya, seorang pemain sarune dapat melakukan tiupantanpa
putus-putus dengan mengatur pernapasan, sambilmenghirup udara kembali lewat
hidung sembari meniupsarune.Teknik ini dikenal hampir pada semua
etnisBatak.Tetapi penamaan untuk itu berbeda-beda, sepertidi Karo disebut
pulunama.Sarune ini terbuat dari kayu dan terdiri dari tigabagian utama, yaitu
(1) pangkal ujung sebagairesonator, (2) batangnya, yang sekaligus juga
sebagaitempat lobang nada, dan (3) pangkal ujung penghasilbunyi dari lidah
(reed) yang terbuat dari daun kelapahijau yang dilipat sedemikian rupa yang
diletakkandalam sebuah pipa kecil dari logam, dan ditempelkan kebagian badan
sarune tersebut.
11) Sarune
Bulu
Sarune
bulu (sarune bambu) seperti namanya adalahsarune (aerophone-single reed,
seperti Clarinet)terbuat dari bahan bambu. Sarune ini terbuat dari saturuas
bambu yang kedua ujungnya bolong (tanpa ruas)yang panjangnya kira-kira lebih
kurang 10 – 12 cm,dengan diameter 1 – 2 cm. Bambu ini dibuat lobang 5biji
dengan ukuran yang berbeda-beda. Pada pangkalujung yang satu diletakkan lidah
(reed) dari bamboo yang dicungkil sebagian badannya untuk dijadikan
alatpenggetar bunyi.Lidahnya ini dimasukkan ke batangsarune tersebut, dan bisa
dicopot-copot. Panjang lidahini sendiri lebih kurang 5 cm. Sarune ini
diMandailing juga dikenal dengan nama yang sama.
12) Sulim
Sulim
(Aerophone : side blown flute) adalah alat musiktiup yang terbuat dari bambu
seperti seruling atausuling. Sulim ini panjangnya berbeda-beda tergantungnada
dasar yang mau dihasilkan.Sulim ini mempunyai 6lobang nada dengan jarak antara
satu lobang nadadengan lobang nada lainnya dilakukan
berdasarkanpengukuran-pengukuran tradisional.Namun secara melodiyang dihasilkan
suling ini meskipun dapat jugamemainkan lagu-lagu minor, tetapi lebih
cenderungmemainkan tangga nada mayor (major scale) dengan nadadiatonis.
13) Ole-Ole
Ole-ole
(Aerophone : multi-reed) adalah alat music tiup yang sebenarnya termasuk ke
dalam jenis alatmusik bersifat solo instrumen. Alat musik ini terbuatdari satu
ruas batang padi dan pada pangkal ujungdekat ruasnya dipecah-pecah sedemikian
rupa, sehinggapecahan batang ini menjadi alat penggetar udarasebagai penghasil
bunyi (multi lidah/reed).Alat music ini juga terkadang dibuat lobang nada pada
batangnya.Banyak lobang nada tidak beraturan tergantung kepadapembuat dan
nada-nada yang ingin dicapai.Hal inikarena alat ini lebih bersifat hiburan
pribadi.Pada pangkal ujungnya digulung daun tebu atau daunkelapa sebagai
resonatornya, sehingga suara yangdihasilkan lebih keras dan bisa terdengar
jauh.Alatmusik ini bersifat musiman, yaitu ketika panen tiba.
14) keteng-keteng
Keteng-keteng
sebenarnya adalah dapat dikelompokkandalam klasifikasi idiofon dan juga
kordofon.Olehsebab itu lebih khusus tentang instrumen ini dapatdikatakan ke
dalam kelompok idiokordofon, yaitu alatmusik idiofon yang mempunyai senar, dan
senarnya itusendiri terbuat dari badannya sendiri.
Keteng-keteng
terbuat dari satu ruas buluh belin(bambu betung) dengan panjang lebih kurang 35
– 50 cm,tergantung panjang ruas bambunya.Pada bagian badan(ruas) bambu tersebut
dicungkil untuk membuatsenarnya, yang terdiri dari dua senar.Cungkilantersebut
di kencangkan dengan mengganjal dengan kayu.Kekencangan ukuran antara senar
yang satu dengan senaryang lain adalah disetem berdasrkan kayu
pengganjaltersebut. Meskipun instrumen ini mempunyai nada,tetapi dalam
permainannya instrumen ini lebih bersipatperkusif. Oleh sebab itu kekencangan
talinya diukuruntuk mewakili bunyi instrumen Karo yang lain, suarasenar satu
dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu untukmewakili bunyi gendang anak
(membranophone :conical-drum) dan bunyi penganak (small gong).Sedangkan senar
yang kedua adalah untuk mewakili bunyigung.Oleh sebab itu satu instrumen musik
inisebenarnya mewakili tiga bunyi instrumen musik Karo,yaitu gendang anak, gung
dan penganak.Didepan senar kedua di badan bambu biasanya dibuat lobang
resonator, dan di senar dua itu sendiridilengketkan bambu persis di atas lobang
resonator itusendiri untuk menghasilkan suara gung yang erbolo-boloseperti yang
telah dijelaskan di atas.
15) Lobat
dan Serdam
Lobat
dan serdam (end-blown flute) adalah merupakansolo instrumen juga walaupun
terkadang dipakai jugadalam ensambel musik. Lobat biasa juga ditiupseseorang
yang melakukan kegiatan merkemenjen (menyadap getah kemenyan ) serta bernyanyi
tentangkeluh kesah kehidupannya. Nyanyian ini disebut
denganodhong-odhong.Odhong-odhong dinyanyikan diatas pohon,atau nyanyian
rimba.Serdam biasanya dipakai seseoranguntuk melepaskan lelah ketika mermakan
(menggembalakanternak dipadang rumput).
Disamping
alat musik tersebut juga ada ensambel music genderang si pitu, yang terdiri
dari 7 buah gendang(drum set) yang diletakkan pada satu rak. Permainankalondang
biasanya dimainkan dengan melodi yang samadengan vokal dengan pukulan gendang
yang variatif.
16) Simalungun
Pada
masyarakat Simalungun terdapat sedikitnya duabuah ensambel musik disamping
instrumen-instrumen yangbersifat solo.Ensambel yang paling besar adalahgonrang
sipitu-pitu, dan ensambel yang paling kecil adalah gonrang sidua-dua. Gonrang
sipitu-pitu dalahterdiri dari beberapa alat musik yaitu, satu setgonrang yaitu
gendang satu sisi yang terdiri daritujuh buah anak yang diletakkan dalam satu rak,dipukul
dengan stik. Gendang ini sebagai pembawa ritemdan ritem variatif.
Disamping
itu sebagai pembawa melodi adalah satu buahsarune, (aerofon, double reed) dan
dua buah gong,yaitu gong jantan dan gong betina, serta dua dua buahgong kecil
yang disebut dengan mong-mongan. Saruneyang digunakan adalah terbuat dari kayu,
dan ada jugayang terbuat dari bambu.
Ensambel
lainnya adalah gonrang sidua-dua.Ensambel ini lebih kecil dari gonrang
sipitu-pitu.Sebagai pembawa ritem dalam ensambel ini adalah dua buah gendang
dua sisi yang dipukul dengan stik untuk sisisebelah kanan, dan pukulan dengan
tangan untuk sebelah kiri. Sedangkan untuk pembawa melodi dan gong adalah prinsipnya
sama saja.
Instrumen
yang lain juga ditemukan di Simalungunadalah saligung (nose flute), yaitu
sejenis flute yang ditiup dengan hidung.Jatjaulul atau tung-teng (idiokordo)
adalah instrumen yang terbuat dari satu ruas bambu yang bagian badannya
dicungkil sebagai senar, dan senar ini dipukul dengan dua buah stik.Alat musik
lain adalah husapi (long-neck lute), yaitu kecapi bertali dua dengan cara
dipetik.
17) Angkola
Pada
masyarakat Angkola juga ditemukan instrumen musikyang banyak dipengaruhi dari
berbagai etnis, yaitu minangkabau, melayu, dan Aceh.Dalam tradisional Angkola
juga ditemukan musik seperti zapin, yaitu musik yang bernuansa ke-Islaman.Juga
terdapat jenis kesenian sikambang dengan menggunakan vokal dan alat musik pukul
gendang seperi frame-drum, seperti gendang ronggeng, biola, rebab dan ada juga
gendang marwas yang dipukul dengan tangan.
B.
seni Tari
Serampang Duabelas: Tari Tradisional Melayu Kesultanan
Serdang, Sumatra Utara
Ketika di
hati sepasang pemuda muncul benih-benih cinta
A. Asal-usul
Tari
Serampang Duabelas merupakan tarian tradisional Melayu yang berkembang di bawah
Kesultanan Serdang. Tarian ini diciptakan oleh Sauti pada tahun 1940-an dan
digubah ulang oleh penciptanya antara tahun 1950-1960 .Sebelum bernama
Serampang Duabelas, tarian ini bernama Tari Pulau Sari, sesuai dengan judul
lagu yang mengiringi tarian ini, yaitu lagu Pulau Sari
Sedikitnya
ada dua alasan mengapa nama Tari Pulau Sari diganti Serampang Duabelas. Pertama,
nama Pulau Sari kurang tepat karena tarian ini bertempo cepat (quick step).
Menurut Tengku Mira Sinar, nama tarian yang diawali kata “pulau” biasanya
bertempo rumba, seperti Tari Pulau Kampai dan Tari Pulau Putri.
Sedangkan Tari Serampang Duabelas memiliki gerakan bertempo cepat seperti Tari
Serampang Laut.Berdasarkan hal tersebut, Tari Pulau Sari lebih tepat disebut
Tari Serampang Duabelas.Nama duabelas sendiri berarti tarian dengan gerakan
tercepat di antara lagu yang bernama serampang (Sinar, 2009: 48).Kedua,
penamaan Tari Serampang Duabelas merujuk pada ragam gerak tarinya yang
berjumlah 12, yaitu: pertemuan pertama, cinta meresap, memendam cinta, menggila
mabuk kepayang, isyarat tanda cinta, balasan isyarat, menduga, masih belum
percaya, jawaban, pinang-meminang, mengantar pengantin, dan pertemuan kasih.
Penjelasan tentang ragam gerak Tari Serampang Duabelas akan dibahas kemudian.
Menurut
Tengku Mira Sinar, tarian ini merupakan hasil perpaduan gerak antara tarian
Portugis dan Melayu Serdang. Pengaruh Portugis tersebut dapat dilihat pada
keindahan gerak tarinya dan kedinamisan irama musik pengiringnya.
Seni Budaya Portugis memang
mempengaruhi bangsa Melayu, terlihat dari gerak tari tradisionalnya (Folklore)
dan irama musik tari yang dinamis, dapat kita lihat dari tarian Serampang XII
yang iramanya tari lagu dua. Namun kecepatannya (2/4) digandakan, gerakan kaki
yang melompat-lompat dan lenggok badan serta tangan yang lincah persis seperti
tarian Portugis. Sebagai seorang penari tentu saya takjub dengan adanya kaitan
budaya antara kedua negara ini, dan sebagai puteri Melayu Serdang, dalam
khayalan saya bayangkan ketika guru Sauti menari di hadapan Sultan Sulaiman di
Istana Kota Galuh Perbaungan. Sungguh betapa cerdas beliau dengan imajinasinya
menggabungkan gerak tari Portugis dan Melayu Serdang, sehingga tercipta tari
Serampang XII yang terkenal di seluruh dunia itu..
Tari
Serampang Duabelas berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang muncul
sejak pandangan pertama dan diakhiri dengan pernikahan yang direstui oleh kedua
orang tua sang dara dan teruna. Oleh karena menceritakan proses
bertemunya dua hati tersebut, maka tarian ini biasanya dimainkan secara
berpasangan, laki-laki dan perempuan. Namun demikian, pada awal perkembangannya
tarian ini hanya dibawakan oleh laki-laki karena kondisi masyarakat pada waktu
itu melarang perempuan tampil di depan umum, apalagi memperlihatkan
lenggak-lenggok tubuhnya .
Diperbolehkannya
perempuan memainkan Tari Serampang Duabelas ternyata berpengaruh positif
terhadap perkembangan tarian ini. Serampang Duabelas tidak hanya berkembang dan
dikenal oleh masyarakat di wilayah Kesultanan Serdang, tetapi juga menyebar ke
berbagai daerah di Indonesia, seperti Riau, Jambi, Kalimantan, Sulawesi, bahkan
sampai ke Maluku. Bahkan, tarian ini sering dipentaskan di manca negara, seperti
Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong
Keberadaan
Tari Serampang Duabelas yang semakin mendunia ternyata memantik kegelisahan
sebagian masyarakat Serdang Bedagai pada khususnya, dan Sumatra Utara pada
umumnya.Kekhawatiran tersebut muncul karena dua hal.Pertama, persebaran
Tari Serampang Duabelas ke berbagai daerah dan negara tidak diimbangi dengan
transformasi kualitasnya.Artinya, transformasi Tari Serampang Duabelas terjadi
hanya pada bentuknya saja, bukan kepada tekniknya.Menurut Jose Rizal Firdaus
(Kompas, 1 Juli 2008), salah satu yang mengkhawatirkan dari perkembangan Tari
Serampang Duabelas adalah pendangkalan dalam hal teknik menari.Hal ini
disebabkan oleh orang-orang dari luar daerah Deli Serdang yang memainkan tarian
ini tidak didukung oleh penguasaan terhadap teknik yang benar.Akibatnya,
terjadi pergeseran teknik tari dari aslinya.
Kedua,
minimnya kepedulian generasi muda kepada Tari Serampang Duabelas.Meluasnya
persebaran tarian ini ke berbagai daerah ternyata tidak diimbangi dengan
meningkatnya kecintaan generasi muda Serdang Bedagai terhadap tarian ini.
Kondisi ini tidak saja dapat menyebabkan Tari Serampang Duabelas hilang karena
tidak ada penerusnya, tapi juga bisa hilang karena diklaim oleh pihak lain
(Kompas, 1 Juli 2008).
Kedua
fenomena tersebut harus disikapi secara cepat dan tepat agar Tari Serampang
Duabelas tidak saja lestari, tetapi juga dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat Serdang Bedagai pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya.
Sedikitnya ada tiga hal yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan Tari Serampang
Duabelas.Pertama, menjadikan Tari Serampang Duabelas sebagai aset
daerah.Artinya, pemerintah harus melakukan proteksi agar tarian ini tidak
diklaim oleh pihak lain, yaitu dengan mematenkan hak ciptanya.
Kedua,
mendekatkan Tari Serampang Duabelas kepada anak-anak dan remaja.Cara yang dapat
dilakukan adalah dengan menjadikan Tari Serampang Duabelas sebagai salah satu
materi pengajaran muatan lokal.Dengan menjadikan Tari Serampang Duabelas
sebagai materi muatan lokal, maka anak-anak sejak dini diajarkan untuk
mengetahui sejarah keberadaannya dan memahami nilai-nilai yang terkandung di
dalam setiap geraknya. Dengan cara ini, maka kita telah berusaha menanamkan
kepada generasi muda rasa cinta, bangga, dan rasa memiliki terhadap Tari
Serampang Duabelas.
Ketiga,
menyelenggarakan perlombaan rutin Tari Serampang Duabelas.Menyelenggarakan
perlombaan tari artinya mencari orang yang mempunyai kemampuan terbaik dalam
menari. Dalam perlombaan, hanya yang terbaiklah yang akan menjadi juara. Untuk
menjadi yang terbaik, setiap orang harus belajar dengan sungguh-sungguh agar
mempunyai kemampuan menari yang lebih baik dari orang lain. Melalui strategi
ini, setiap orang secara halus “dipaksa” untuk mempelajari Tari Serampang
Duabelas secara baik dan benar. Jika cara ini berjalan, maka ada dua hal yang
dicapai sekaligus, yaitu lestarinya Tari Serampang Duabelas pada satu sisi, dan
terjaganya kualitas teknik Tari Serampang Duabelas pada sisi yang lain.
Keempat, memberikan jaminan kesejahteraan hidup para
pelestarinya. Para stake holder, khususnya pemerintah, perlu membuat
terobosan agar para pelestari Tari Serampang Duabelas, dan juga para pelestari
warisan budaya lainnya, dapat hidup secara salayak. Para pelestari kebudayaan
kebudayaan tentu akan terus bekerja dan mengabdikan hidupnya untuk melestarikan
warisan budaya jika apa yang dilakukan tidak saja secara normatif menjaga
kelestarian budaya, tetapi juga secara praktis menjadi penopang keberlangsungan
hidupnya. Seringkali warisan budaya dibiarkan terlantar karena “tidak
memberikan” manfaat kepada pemiliknya.
C.
Seni Rupa
1.
Rumah
adat batak
Rumah Adat Batak Toba
disebut Rumah Bolon, yang memiliki bangunan empat persegi panjang yang
kadang-kadang ditempati oleh 5 sampai 6 keluarga.Memasuki Rumah Bolon ini harus
menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga
yang ganjil.Bila orang hendak masuk rumah tersebut, harus menundukkan kepala
agar tidak terbentur pada balok yang melintang.Hal ini diartikan tamu harus
menghormati si pemilik rumah.
Lantai rumah adat batak
ini kadang-kadang sampai 1,75m di atas tanah dan bagian bawah dipergunakan
untuk memelihara hewan, seperti babi, ayam, dan sebagainya.Pintu masuk rumah
adat ini, dahulunya memiliki 2 macam daun pintu yaitu daun pintu yang
horizontal dan vertikal, tapi sekarang daun pintu yang horizontal tak dipakai
lagi.Ruangan dalam rumah adat merupakan ruangan terbuka tanpa kamar-kamar,
walaupun bersamaan disitu lebih dari satu keluarga, tapi bukan berarti tidak
ada pembagian ruangan.Karena dalam rumah adat ini pembagian ruangan dibatasi
oleh adat mereka yang kuat.
Ruangan di belakang
sudut sebelah kanan dinamakan jabu bong, yang ditempati oleh kepala rumah atau
porjabu bong, dengan isteri dan anak-anak yang masih kecil. Namun di sudut kiri
berhadapan dengan Jabu bong dinamakan Jabu Soding, yang dikhususkan untuk anak
perempuan yang telah menikah tapi belum mempunyai rumah sendiri. Sedangkan
untuk sudut kiri depan dinamakan Jabu Suhat, diperuntukkan bagi anak laki-laki
tertua yang sudah nikah dan di seberangnya disebut Tampar Piring diperuntukkan
bagi tamu.
Jika keluarga besar maka diadakan tempat di
antara dua ruang atau jabu yang berdempetan, sehingga ruangan bertambah dua
lagi dan ruangan ini disebut Jabu Tonga-ronga ni jabu rona. Walaupun rumah
tersebut berdempetan, tiap keluarga mempunyai dapur sendiri yang terletak di belakang
rumah, berupa bangunan tambahan.Dan di antara dua deretan ruangan yakni di
tengah-tengah rumah merupakan daerah netral yang disebut telaga dan berfungsi
sebagai tempat bermusyawarah.
Rumah adat Batak Toba
berdasarkan fungsinya dapat dibedakan ke dalam rumah yang digunakan untuk
tempat tinggal keluarga disebut ruma, dan rumah yang digunakan sebagai tempat
penyimpanan (lumbung) disebut Sopo.Bahan-bahan bangunan terdiri dari kayu
dengan tiang-tiang yang besar dan kokoh.Dinding dari papan atau tepas, lantai
juga dari papan sedangkan atap dari ijuk atau daun rumbiah. Tipe khas rumah
adat Batak Toba adalah bentuk atapnya yang melengkung dan pada ujung atap
sebelah depan.
2. Ukiran batak
·
Naga Morsarang atau Sahang
Datu
adalah pemimpin upacara keagamaan asli Batak.Seorang datu memerlukan
bermacam-macam tempat penyimpanan yang terbuat dari berbagai macam material
untuk menyimpan ramuan gaibnya.Benda berbentuk kapal ini dikenal sebagai naga
morsarang juga dikenal sebagai sahang, terdiri dari tanduk kerbau yang berongga
yang permukaan luarnya diukir dengan ornamen khas batak.
Bagian
ujung dari tanduk diukir dalam rupa orang yang sedang duduk.Bagian pangkal
tanduk disumbat denganpenutup dari kayu berukir yang menggambarkan singa yang
ditunggangi oleh empat orang.
·
Tunggal
Panaluan
Tongkat magis orang Batak terdiri dari
dua macam yaitu Tunggal Panaluan, kira-kira panjangnya 1,7 metres dan umumnya
diukir dengan inda, dan Tunggal Malehat, yang lebih pendek dan biasanya dibuat
dengan lebih sederhana. Tongkat ini adalah atribut para datu (dukun)
Batak.Namun demikian tongkat bukanlah milik datu tetapi milik marga.Kepemilikan
tongkat ini tampak dalam penggunaan tongkat ini, datu memakainya dalam acara
yang melibatkan seluruh anggota marga, contohnya saat memanggil hujan, perayaan
perang, dan acara menolak bala.Hal ini juga ditunjukkan oleh hiasan singa,
fungsi utama tongkat ini adalah untuk melindungi anggota masyarakat dan
kelangsungan marga.
·
Guri-guri
Sebelum penyebaran agama Kristen di
tanah Batak meluas pada awal abad keduapuluh hadatuon (perdukunan) merupakan
bagian penting dalam ritual keagamaan Batak asli.Pemuka agama yang biasanya
dikenal sebagai Datu, menjalankan perdukunan baik yang sifatnya menyembuhkan
maupun merusak dengan menggunakan berbagai macam perlengkapan.Peralatan datu
yang paling keramat dan ampuh adalah guri-guri.Benda ini adalah tempat
penyimpanan pupuk, suatu benda yang sangat ampuh terbuat dari korban manusia
yang dibunuh dalam suatu upacara.Pupuk dipercaya dapat memerintahkan arwah si
korban untuk melakukan perintah datu.Guri-guri seringkali terbuat dari keramik
Cina yang diimpor dan diberi tutup ukiran Batak yang terbuat dari
kayu.Kebanyakan penutup menggambarkan orang yang menunggang mahluk seperti kuda
yang disebut singa.Singa yang merupakan gabungan dari aspek-aspek kuda, ular,
harimau dan binatang-binatang lain adalah mahluk dalam mitologi Batak yang
merupakan simbol kesuburan dan perlindungan alam.
·
Sigale-gale
Sebuah tradisi yang unik dalam seni
patung Batak adalah boneka yang dikenal dengan nama si Galegale. Di masa yang
lampau, si galegale muncul dalam acara penguburan dimana ia berfungsi sebaga
pengganti anak laki-laki orang yang dikuburkan yang tidak pernah memiliki anak
laki-laki dalam hidupnya. Boneka ini, digerakkan dengan tali temali yang
menghubungkan berbagai bagian dari boneka tersebut yang dikendalikan oleh si
pemain, turut menari (manortor) selama ritual penguburan bersama keluarga orang
yang meninggal.Dengan bantuan bola yang dilembutkan dalam kepala boneka,
beberapa boneka bahkan dapat dibuat seperti mengeluarkan air mata untuk
“ayahnya” yang meninggal.Kepala si galegale ini diukir dengan roman muka yang
sangat menarik. Alis mata dibuat dari tanduk kerbau dan daun telinganya diperindah
dengan ornamen yang terbuat dari kuningan dikenal dengan nama sitepal.
·
Ornament
kepala kuda
Secara tradisional, rumah Batak kaya
dengan dekorasi design geometris dan gambar-gambar natural dengan warna-warna
merah, putih dan hitam.Dekorasi utama sebuah rumah umumnya berukuran besar
dengan ukiran kepala binatang digabungkan dengan motif-motif yang kompleks dan
indah.
Ornamen arsitektur bagian samping rumah
biasanya didominasi oleh kepala kuda.Ukiran ini bukan hanya untuk hiasan tetapi
juga berfungsi sebagai pengawal gaib untuk memberikan perlindungan bagi
penghuni rumah.Di daerah Batak Toba, kuda sering disembelih untuk penghormatan
leluhur dan dipercaya memiliki kemampuan untuk menghantarkan seseorang berjumpa
dengan leluhurnya.Kuda juga merupakan simbol status karena hanya orang-orang
terhormat yang mampu memilikinya.
·
Ulos
ragidop
Dalam
tradisi perkawinan di masyarakat Batak Toba yang masih hidup hingga saat ini
ayah pengantin pria memberikan sejenis kain yang dikenal dengan ulos ragidup
kepada ibu mempelai wanita. Pemberian ini dimaksudkan untuk kesuburan
(keturunan) bari pasangan tersebut dan memperkokoh tali persaudaraan kedua
keluarga pengantin laki-laki dan keluarga perempuan. Kadangkala, ulos ragidup
juga dipakai pada saat acara pemakaman untuk membungkus tulang belulang atau
pelapis peti jenazah
D.
Seni Teater
1. Teater tembat tembut
Salah satu teater
tradisional di Sumatera Utara yang cukup terkenal dalam
konteks pariwisata
global adalah tembut-tembut dari budaya Karo. Di Simalungun
terdapat teater
Toping-toping atau Huda-huda. Sementara dalam kebudayaan Melayu
contohnya adalah
bangsawan, tonil, dan sandiwara. Pada masyarakat Toba adalah
Opera Batak.
Tembut-tembut di daerah Karo yang terkenal
sampai sekarang adalah yang ada di
daerah Karo yang terkenal
sampai sekarang adalah yang ada di daerah Seberaya
sehingga sering disebut
tembut-tembut Seberaya. Tema ceritanya adalah hiburan
bagi raja yang
ditinggal mati anaknya.
Kapan terciptanya
tembut-tembut Seberaya tidak dapat dipastikan secara tepat.
Namun dapat diperkirakan berdasarkan tahun
serta penyajiannya di Batavia fair
yaitu tahun 1920.
Berdasarkan tahun di atas, para informan memperkirakan
terciptanya
tembut-tembut adalah sekitar tahun 1915. Awalnya berfungsi hiburan.
Dalam arti digunakan
untuk menyenangkan hati masyarakat yang menontonnya. Namun
dalam perkembangan
selanjutnya penyajiannya digunakan dalam konteks upacara
ndilo wari udan
(upacara memanggil hujan). Kapan mulai pemakaian tembut-tembut
dalam konteks ndilo
wari udan pun tidak diketahui secara pasti.
Tembut-tembut Seberaya terdiri dari dua jenis
karakter (perwajahan) yaitu
karakter manusia dan
karakter hewan. Karakter manusia terdiri dari empat tokoh
(peran) yaitu satu bapa (ayah) satu nande
(ibu), sat anak dilaki (putra) dan
satu anak diberu
(putri). Karakter binatang hanya mempunyai satu tokoh (peran)
yaitu di gurda-gurdi
(burung enggang).
Jalannya pertunjukan tembut-tembut adalah
dimulai dengan membawa tembut-tembut
serta kelengkapannya ke
tempat penyajian. Di tempat penyajian masing-masing
pemain memakai
tembut-tembut dan pakaiannya sesuai dengan perannya
masing-masing.
Selepas itu, pemimpin penyajian menyuruh
pemain musik supaya memainkan gendang
dengan ucapan; “Palu
gendang end� artinya “Mainkan musik.�
Pemain musik
memainkan gendang dan
pemain tembut-tembut mulai menari. Posisi pemaih
tembut-tembut menari
pada mulanya sejajar membelakangi pemain musik. Pososi ini
dipertahankan hingga
pemusik memainkan dua buah lagu yaitu lagu Perang Empat
Kali dan lagu
Simalungen Rayat.
Pada lagu ketiga ,
yaitu lagu kuda-kuda posisi penari mulai berubah, pola
tarinya tidak mempunyai
struktur yang baku dilakukan secara improvisasi. Penari
yang memainkan karakter
burung enggang selalu seolah-olah ingin mematuk tokoh
(peran) anak diberu (anak perempuan). Penari
yang berkarakter ayah berusaha
menghalangi gangguan
burung enggang tersebut. (sn)
2. Opera batak
Sejarah
Opera Batak
Salah satu dari
perspektif munculnya Opera Batak pengaruh yang diterimanya diperkirakan muncul
dari Teater Bangsawan (1870) (lihat: OASIS Desember 1997 : 46-53). Teater
Bangsawan merupakan bagian seni pertunjukan rumpun Melayu di Malaysia,
Singapura, dan Sumatera yang awalnya berasal dari grup Pushi Indera Bangsawan
of Penang (pendiri Mamak Pushi) tahun 1885. Panggung Teater Bangsawan masih
prosenium dengan layar latar yang dilukis sebagai setting adegan dengan layar panggung (buka –tutup). Sumber
cerita lakon Teater bangsawan daimbil dari cerita-hikayat Melayu, populer, dan
dari Arab, Hindustan serta Cina dengan lakon dan teks yang longgar (tanpa
naskah baku). Pengembangan dialog juga diserahkan kepada pemain. Teater
Bangsawan tidak disambut dengan baik di Pulau Jawa (idiom hanya diadopsi
kemudian oleh Teater Stambul yang dirintis oleh seorang Turki bernama Jaafar) -
(Tommy F. Awuy, Ed. 1999 : 212-213). Namun di zaman Perkebunan di Deli
“dipelihara” para Sultan., seperti Indian Ratoe. Di Riau Teater Bangsawan
mirip dengan Makyong atau Opera Melayu
yang berasal dari Patani (Thailand Selatan) dan Selangor Malaysia.
Model
pertunjukan Teater Bangsawan itulah yang memberi pengaruh ide dan pertunjukan
Opera Batak melalui pesisir dan Tapanuli.Salah satu perintis Opera BAtak
dikenal melalui Master Tilhang Gultom (+ 1896-1970), meskipun pelabelan opera
batak tidak langsung dilakukan untuk kelompoknya.
Ceritanya
berawal di tanah kurang subur Sitamiang, Onan Runggu (Samosir) sebagai kelompok
penggembala kerbau (salah satunya Tilhang Gultom, anak kelima dari Raja
Sarumbosi Gultom). Diawali penampilan Tiga orang parhasapi (cikal bakal sebutan
Tilhang Parhasapi, 1925) penampilan kelompok Tilhang berawal di rumah-rumah sebelum undangan dari
luar daerah yang kemudian dimainkan oleh
12 anggota dan dukungan KK. Gari Gultom, bapatua Tilhang. Awalnya dengan
menggunakan musik dari kecapi dan seruling, lalu kemudian berkembang dengan
menggunakan serunai, dan garantung (gamelan Batak Toba).
Tahun1927
Tilhang pindah ke Tigadolok (Simalungun) dan mempunyai pemain 50 orang.
Aktivitas Tilhang didukung oleh Dos Ni Roha (1914-1938), gerakan identitas dan
nasionalisme Batak dan menjadi sponsor utama grup Tilhang. Dan pada tahun 1934
ada pertunjukan keliling sampai ke Penang dan Semenanjung Melayu (Daniel
Perret, 2010 : 338-350). Jadi sebagai grup Tilhang, bentuk Opera Batak mulai
dikenal pada 1928 -1930. Perubahan nama grup masih dilakukan Tilhang sampai
1937, al: Tilhang Batak Hindia Toneel, Ria TOR, dan Tilhang Toneel Gezelschaap
(Lihat: Drs. EK. Siahaan, 1981 : 10). Pada Zaman Jepang grup Tilhang bernama
Sandiwara Asia Timur Raya (40 anggota).Warisan Tilhang Gultom tercatat ada 360
lagu, 12 tumba dan 24 judul lakon cerita. Grup Tilhang Gultom yang sangat
terkenal adalah Serindo dan diwariskan kepada Gustafa Gultom sampai akhirnya
dipimpin Zulkaidah Harahap
Serindo
bukan satu-satunya grup Opera Batak. Ada sebanyak 30-an grup Opera Batak
(Serada, Tiurma Opera, Dos Roha, Rompemas, dll). Di tahun
1985 Serindo dan Opera
Batak mulai tenggelam karena masalah regenerasi, pengelolaan grup, dan
pertarungan media tontonan (televisi, teater modern, dan filem).
Revitalisasi
Opera Batak 2002
Sebelum
tahun 2002 Opera Batak pernah digali dan diperkenalkan kembali secara parsial
melalui rekaman kaset audio, gaya lawak “pakter tuak”, pembinaan kesenian
daerah, dan proyek akademisi. Namun pada tahun 2002 bersama Asosiasi Tradisi
Lisan (ATL) Jakarta Opera Batak digali secara total dengan melahirkan sebuah
grup perdontohan bernama Grup Opera Silindung (2002 – 2004).
Kemunculan
grup percontohan itu didorong melalui program Revitalisasi Opera Batak.
Pengembangan program itu dilakukan oleh Pusat Latihan Opera Batak (PLOt) sejak
September 2005.Target Revitalisasi Opera Batak selesai sampai 2012.sejumlah
nama dan pihak yang menyumbangkan dana secara langsung melalui GOS dan PLOt.
Pemkab Taput (pelatihan dan produksi 2002 - 2004), Lena Simanjuntak (kontrak
sekretariat dan operasional 2005- 2012), Barbara Brouwer (kontrak sekretariat
dan operasional 2006 - 2010), Bainfokom (Desember 2005), Pemkab Tobasa (Maret
2006) Pemkab Simalungun (Agustus, 2006), Panitia 100 Tahun Sisingamangaraja XII
(Juni - Juli 2007), Tim Televisi Belanda dan Museum Apeldoorn (pengambilan
gambar 2007 & royalti pameran 2008) Jhon Robert Simanjuntak (2007 -
2009),Grace Siregar (2008), Indra Nababan (2008), Panitia Pentas di Batam
(Januari 2008 dan Desember 2010), Pempropsu (seminar, pelatihan, dan kontrak 3
tahun kedua 2008), Erasmus Huis (acara 2009 - 2010), Dr. Pudentia MPSS (biaya
penginapan 3 orang di Jakarta, 2009), Panitia Pesta Danau Toba (2009 &
2010).
Melalui
program revitalisasi dapat jelas diketahui dramaturgi Opera Batak ternyata
tidak sinkron dan mirip seperti pertunjukan variatif .Jadi Opera Batak tidak
dapat dibayangkan seperti opera yang muncul di Eropa.Namun citra peradaban yang
diangkat melalui Opera Batak mencoba menjadi reperesentasi budaya Batak yang
dianggap unik dan tinggi peradabannya melalui bahasa, musik, dan elemen-elemen
tradisionalnya.
Elemen-elemen
seni dalam Opera Batak adalah:
a. Musik (ansamble musik tradisional; Batak
(Toba), Melayu, Jawa; lagu-lagu)
b.Tarian (Lima Puak Batak, Melayu)
c. Lakon Cerita
(bersumber dari folklor, silsilah, mitiko-historis, sosial, dll)
d. Pendukung (pencak silat, layar, aksi
saweran, panggung terbuka.
Urutan
Babak atau Adegan
a. Ropol (domisol) untuk buka layar terdepan
b. Penampilan Tari/Lagu/musik (minimal 3
repertoar) (layar tengah buka)
c. Tutup layar/buka layar babak pembuka lakon
cerita (disertai dengan prolog)
d. Lagu/musik
e. Lakon cerita (lanjutan )
f. Situasi urutan berikutnya dapat diatur
secara variatif dan spontan
g. Penutup dengan lagu/tari/musik (tutup
layar)
Elemen-elemen yang
diolah dalam Opera Batak menjadikannya sebagai teater transisi yang muncul dari
faktor tradisi lokal dan pengaruh dari luar Sumatera Utara (Hetty Siregar, Ed.
Dkk, 2001 : 97-107) . Kilas balik atas tradisi lokal Batak dapat dilihat dengan
adanyaTeater Tradisional Batak (upacara horjabius, sigale-gale, hoda-hoda (di
Toba), ncibal, ndilo wari udan/gundala-gundala (Karo), huda-huda (Simalungun),
dan lain-lain.Sementara pengaruhb dari luar sudah jelas melalui Teater
bangsawan dan kemungkinan pembacaan atas naskah-naskah dari Barat yang
digunakan oleh orang teater moder Indonesia. Orang pribumi awal menulis naskah
drama di Indonesia salah satunya adalah Sanusi Pane dengan judul naskahnya:
Bebasari. Kemungkinan besar Tilhang Gultom dapat membaca naskah-naskah drama
tertulis sampai menjelang zaman kemerdekaan Indonesia, karena dia merupakan
salah satu orang yang mengenyam pendidikan waktu itu.
Sifat
teater transisi yang terkandung dalam Opera Batak disasarkan kepada kemungkinan
sebagai berikut.
a. terkait dengan
pertarungan situasi sosial-kultural
b. tak jarang
dikategorikan sebagai teater rakyat
c. memiliki displin
pemeranan yang kondusif, karena pengaruh teks dan tradisi lisan
d. gampang terkait dengan
situasi sosial-politik.
e. Memiliki kemungkinan untuk terus berubah
PROGRAM
REVITALISASI OPERA BATAK
Awalnya Program
revitalisasi bersama Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) didasarkan pada hasil
pemetaan potensi tradisi lisan di Sumatera Utara (tradisi HOHO, seni vokal Nias
dan Opera Batak).Program itu terlaksana di Tarutung (Kabupaten Tapanuli Utara)
22 - 30 Agustus 2002 melalui seminar dan pelatihan yang diikuti 20 generasi
muda.Pelatihan dilaksanakan dalam kaitan Otonomi Daerah dengan metode
partisipatif (kordinasi dengan Prof Dr. Robert Sibarani, M.S dan Prof. H. Ahmad
Samin Siregar. Program ini terlaksana atas kerjasama dengan Pemkab Tapanuli
Utara dan Ford Foundation
Hasil Pelatihan dengan
Simulasi dan Pertunjukan di beberapa tempat, termasuk pada Seminar ATL di Hotel
Indonesia dan Promosi Tapanuli Utara di TMII tahun 2003
Sampai awal 2005 proses
revitalisasi terlaksana melalui grup percontohan di Tarutung. Grup percontohan
bernama Grup Opera Silindung
Dukungan revitalisasi
dari Ritaoni Hutajulu untuk segmen rekonstruksi dan Ben Pasaribu untuk segmen
modifikasi/modernisasi bersama Pusat Latihan Opera Batak (PLOt). Ide kehadiran
PLOt dikonsolidasikan dengan Sitor Situmorang, Barbara Brouwer, dan Lena
Simanjuntak dan beroperasi di Pematangsiantar sejak 12 September 2005.PLOt
berfungsi sebagai fasilitator untuk generasi muda dan pemain Opera Batak
terdahulu untuk pelatihan dan produksi.
(www.hariansumutpos.com/.../membangun-opera-batak-bersama-plot...)
Sejumlah kegiatan di
PLOt mendorong munculnya kegiatan Opera Batak di berbagai tempat, termasuk
minat akademisi untuk meneliti ulang Opera Batak berdasarkan sudut-sudut
tertentu, seperti tinjauan musikal, komparasi pertunjukan, arsitektur,
penciptaan karya, sejarah, sosial, dan dokumenter . Juga terlibat program
MAESTRO sejak 2007 dan bersama ATL melakukan verifikasi terhadap Zulkaidah
Harahap oase.kompas.com/read/2012/04/28/.../.Warisan.Terakhir.Opera.Batak)
dan Alister Nainggolan
Dalam
rangka 10 Tahun Revitalisasi Opera Batak, PLOt melakukan sejumlah agenda,
antara lain: pemberian gelar khusus kepada sejumlah tokoh yang berkontribusi
dalam revitalisasi (www.antaranews.com/.../mantan-sekda-sumut-dianugerahi-gelar-emp...),
pentas keliling “mencari sijonaha” serta eksplorasi untuk ide acara 10 Tahun
Revitalisasi di Jakarta pada akhir Agustus atau awal September 2012. Dana
Operasional PLOt bersumber dari sisa hasil produksi dan sumbangan, hibah,
sumbangan pribadi, dan fans.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar